Karya :Al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad
Alih Bahasa :Abu Salma al-Atsari
AYAT HADIST DAN ATSAR YANG MEMERINTAHKAN UNTUK MENGIKUTI SUNNAH DAN MEMPERINGATKAN DARI BID’AH DAN MAKSIYAT
Banyak sekali ayat-ayat di dalam Al-Qur`an yang menunjukkan akan dorongan dan anjuran untuk mengikuti sunnah Rasulullah yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan peringatan dari menyelisihi segala hal yang datang kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Salam berupa kebenaran dan petunjuk baik dengan melakukan kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan. Diantaranya adalah firman Alloh Azza wa Jalla :
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS al-An’am : 156)
Firman-Nya :
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.” (QS al-Ahzaab : 36)
Firman-Nya :
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi per intah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS an-Nur : 63)
Ibnu Katsir berkata di dalam Tafsir-nya :
“Yaitu, dari perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, berupa jalan, minhaj, thoriqoh, sunnah dan syariat beliau. Semua ucapan dan amal ditimbang dengan ucapan dan amalan beliau, apabila selaras dengannya maka diterima dan apabila menyelisihinya maka ditolak siapapun dia. Sebagaimana telah tetap di dalam Shahihain dan selainnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bahwa beliau bersabda :
Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka tertolak” yaitu, hendaklah orang yang menyelisihi syariat Rasul secara zhahir dan bathin berhati-hati dan takut akan ditimpa fitnah/cobaan, yaitu fitnah di dalam hatinya berupa kekufuran, kemunaf ikan dan kebid’ahan, atau ditimpa azab yang pedih, yaitu di dunia ia dibunuh atau ditahan atau dipenjara atau selainnya.” [selesai]
Alloh Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Telah ada pada (dir i) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzaab : 21)
Dan firman-Nya :
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosadosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali ‘Imran : 31)
Imam Ibnu Katsir berkata di dalam tafsir-nya :
“Ayat yang mulia ini merupakan hakim (penentu hukum) terhadap setiap orang yang mengklaim mencintai Alloh namun ia tidak berada di atas ath-Thoriqoh al-Muhammadiyah (Sunnah Rasulullah), maka sesungguhnya ia adalah pendusta terhadap dakwaannya tersebut sampai ia mengikuti syariat Muhammad dan agama Nabi di dalam keseluruhan ucapan dan perbuatannya. Sebagaimana hadits yang telah tetap keshahihannya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bahwasanya beliau bersabda :
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka tertolak”, oleh karena itulah Alloh berfirman : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintaimu”, artinya engkau akan mendapatkan lebih dari yang engkau kehendaki dari kecintaanmu kepada-Nya, yaitu berupa kecintaan-Nya kepadamu yang mana hal ini lebih jauh lebih baik daripada yang pertama (yaitu mencintai), sebagaimana perkataan sebagian ulama yang arif bijaksana :
“Bukanlah tujuannya engkau mencinta namun sesungguhnya yang menjadi tujuan adalah kau dicinta”. Al-Hasan al-Bashri dan selain beliau dari kaum salaf pernah berkata :
“Banyak kaum menduga bahwa mereka mencintai Alloh, maka Alloh pun menguji mereka dengan ayat ini dan berfirman :
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu”. [selesai]
Alloh Ta’ala berfirman :
“Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS Al-Baqoroh : 38)
Firman Alloh :
“Maka jika datang kepadamu petunjuk dar i-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari per ingatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS Thaha : 123)
Firman Alloh :
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka mener ima dengan sepenuhnya.” (QS an- Nisaa` : 66)
Firman Alloh :
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS Al-A’raaf : 3)
Firman Alloh :
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan Sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS az-Zukhruf : 36-37)
Firman Alloh :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan har i kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS an-Nisaa` : 59)
Firman Alloh :
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah” (QS Asy-Syuuro : 10)
Firman Alloh :
“Katakanlah: "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".” (QS An-Nuur : 54)
Firman Alloh :
“Apa yang diber ikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS Al-Hasyr : 7)
Firman Alloh :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Hujuraat : 3)
Firman Alloh :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS Al- Hasyr : 24)
Firman Alloh :
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh" mereka Itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan.” (QS An- Nuur : 51-52)
Firman Alloh :
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih.” (QS Fushshilat : 30)
Firman Alloh :
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS Asy-Syuura : 21)
Firman Alloh :
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-A’raaf : 157)
Alloh berfirman tentang sekelompok jin yang kembali kepada kaumnya dalam rangka memperingatkan mereka :
“Mereka berkata: "Hai kaum kami, Sesungguhnya kami Telah mendengarkan Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah Maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata".” (QS Al- Ahqoof : 30-32)
Di dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam ada banyak hadits yang menunjukkan anjuran untuk mengikuti sunnah dan peringatan dari bid’ah serta penjelasan akan bahayanya. Diantaranya adalah :
1- Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam :
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu di dalam urusan kami (agama) yang tidak ada tuntunannya maka tertolak” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (2697) dan Muslim (1718) Di dalam lafazh Muslim :
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka tertolak”. Riwayat Muslim ini lebih umum dibandingkan riwayat Bukhari, karena hadits ini mencakup orang yang mengada-adakan suatu bid’ah dan orang yang mengikuti orang yang mengada-adakan bid’ah tersebut.
Hadits ini menunjukkan salah satu dari dua syarat diterimanya amalan, yaitu meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, karena setiap amalan yang diamalkan untuk mendekatkan diri kepada Alloh (beribadah) tidak akan diterima di sisi Alloh kecuali apabila memenuhi dua syarat di bawah ini :
Pertama : Mengikhlaskan semua ibadah hanya untuk Alloh semata, dan syarat ini adalah konsekuensi dari syahadat Laa Ilaaha illa Alloh.
Kedua : Meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan syarat ini adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, sebagaimana di dalam Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam bin Taimiyah (18/250) yang menjelaskan firman Alloh Ta’ala :
“Untuk menguji diantara kalian siapakah yang terbaik amalannya” :
“Yaitu yang terikhlash dan terbenar amalnya. Beliau berkata : Karena sesungguhnya, suatu amalan yang ikhlas namun tidak benar maka tidaklah diterima. Juga demikian dengan suatu amalan yang benar namun tidak ikhlas tidaklah diterima, sampai amalan itu dikerjakan dengan ikhlas dan benar. Ikhlas itu adalah beramal hanyalah untuk Alloh sedangkan benar yaitu beramal di atas sunnah.”
Ibnu Katsir berkata di dalam menafsirkan firman Alloh :
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS Al-Kahf i : 110) :
َ
“Maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih” yaitu : yang selaras dengan syariat Alloh “dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, yaitu hanya menginginkan wajah Alloh semata yang tidak sekutu bagi Nya.
Kedua hal ini adalah dua rukun diterimanya suatu amalan, maka haruslah amalan itu dilakukan dengan ikhlas dan benar menurut syariat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam.”
2- Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menasehati kami dengan suatu nasehat yang dalam, yang menyebabkan air mata kami bercucuran dan hati kami bergetar. Seorang sahabat berkata : “wahai Rasulullah, seakan-akan nasehat anda ini adalah wasiat perpisahan, maka apa pesan anda kepada kami?” Rasulullah bersabda : “Saya wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Alloh, mendengar dan taat walaupun kalian diperintah oleh Budak Ethiopia. Karena sesungguhnya, siapa saja diantara kalian yang masih hidup maka ia akan melihat banyaknya perselisihan. Maka berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang terbimbing lagi lurus. Genggamlah dengan kuat dan gigit dengan gigi geraham kalian kuat-kuat. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru di dalam agama, karena setiap perkara yang baru dalam agama itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu pasti sesat.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4607) dengan lafazh ini, at-Turmudzi (2676), Ibnu Majah (43-44) dan berkata at-Turmurzi : “Hadits hasan shahih.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam memberitakan tentang akan munculnya perselisihan tidak lama setelah zaman beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam, dan perselisihan ini banyak jumlahnya. Dan bahwasanya mereka yang hidup dari kalangan sahabat akan melihat perselisihan ini, kemudian beliau memberikan petunjuk kepada keterpeliharaan dan keselamatan, yaitu dengan meneladani sunnah beliau dan sunnah para khalifah khalifah yang terbimbing lagi lurus serta meninggalkan bid’ah dan perkara-perkara yang baru di dalam agama.
Beliau mendorong dan menganjurkan untuk berpegang dengan sunnah di dalam sabda beliau :
“Maka berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang terbimbing lagi lurus”
Dan beliau memperingatkan dari bid’ah dan perkara-perkara yang baru di dalam agama di dalam sabda beliau :
“Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru di dalam agama, karena setiap perkara yang baru dalam agama itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu pasti sesat.”
3- Muslim meriwayatkan di dalam Shahih-nya (867) dari Jabir bin ‘Abdillah
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam ketika berkhutbah pada hari Jum’at mengatakan :
“Adapun setelah itu, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Adapun seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan di dalam agama dan setiap bid’ah itu sesat.”
4- Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Barangsiapa yang benci terhadap sunnahku maka bukanlah termasuk golonganku.” Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5063) dan Muslim (1401).
5- Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian sesuatu yang apabila kalian berpegang teguh dengannya niscaya kalian tidak akan pernah tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan sunnah nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam.”
Dan sabda beliau :
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan bagi kalian dua hal yang kalian tidak akan pernah tersesat setelahnya, yaitu Kitabullah dan sunnahku.” Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Al- Hakim (1/93).
Di dalam Shahih Muslim (1218), dari hadits Jabir yang panjang pada saat Haji Wada’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Aku telah meninggalkan kepada kalian yang kalian tidak akan pernah tersesat lagi setelahnya apabila kalian berpegang teguh dengannya, yaitu Kitabullah, dan kalian akan ditanya tentang diriku, apa yang akan kalian katakan? Mereka menjawab : “Kami bersaksi bahwa anda telah menyampaikan, memenuhi tanggung jawab dan menasehati.” Lantas nabi bersabda sembari mengacungkan jari telunjuk beliau ke arah langit dan menghadap manusia : “Ya Alloh saksikanlah, Ya Alloh saksikanlah.” Sebanyak tiga kali.”
6- Bukhari meriwayatkan di dalam Shahih-nya (7280) dari Abu Hurairoh,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Semua ummatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan.” Para sahabat bertanya : “Siapakah yang enggan wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang mentaatiku akan masuk surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku maka ia telah enggan.”
7- Bukhari (7288) dan Muslim (1337)
dan ini adalah lafazh beliau- meriwayatkan dari Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Segala hal yang aku larang maka jauhilah dan segala hal yang aku perintahkan kepada kalian maka laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya binasanya umat sebelum kalian adalah dikarenakan banyaknya mereka bertanya dan penyelisihan mereka terhadap nabi mereka.”
8- Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti segala apa yang aku bawa”. Dishahihkan oleh An-Nawawi di dalam Al-Arba’in dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma. Al-Haf izh berkata di dalam Al-Fath (13/298) :“Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi di dalam Al-Madkhol dan Ibnu ‘Abdil Bar di dalam Bayanul ‘Ilmi dari jama’ah (sebagian besar) tabi’in, seperti Al-Hasan, Ibnu Sirin, Syuraih, Asy-Sya’bi dan An-Nakho’i dengan sanad yang baik yang mencela pendapat yang menggunakan akal saja.
Hal ini semuanya terhimpun dalam hadits Abu Hurairoh :
“Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti segala apa yang aku bawa” Dikeluarkan oleh Al-Hasan bin Sufyan dan selain beliau, dan Rijal (periwayat) hadits ini tsiqaat (kredibel) serta An-Nawawi menshahihkannya di akhir kitab Al-Arba’in.”
9- Al-Bukhari (1597) dan Muslim (1270)
meriwayatkan bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mendatangi Hajar Aswad dan menciumnya lalu berkata :
“Sesungguhnya aku tahu bahwa kamu hanyalah sekedar batu biasa yang tidak bisa mencelakai dan tidak pula memberikan manfaat. Sekiranya aku tidak melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menciummu niscaya aku tidak akan mau menciummu.”
10- Muslim (2674) meriwayatkan dari Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka baginya pahala yang sepadan dengan orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa semisal orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”
Sebagaimana terdapat di dalam Kitabullah dan Sunnah anjuran untuk meneladani sunnah dan mewaspadai bid’ah, demikian pula banyak atsar dari salaf umat ini yang meneladani Kitabullah dan Sunnah dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi setelah mereka, yang di dalamnya terdapat dorongan untuk mengikuti sunah dan memperingatkan dari bid’ah serta penjelasan akan bahayanya. Diantaranya adalah :
1- ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Teladanilah dan janganlah kalian berbuat bid’ah, karena kalian telah dicukupi.” Diriwayatkan oleh Ad-Darimi (211).
2- ‘Utsman bin Hadhir berkata :
“Aku masuk menemui Ibnu ‘Abbas, lalu aku berkata : “Nasehatilah aku”. Beliau (Ibnu ‘Abbas) lantas berkata : “Iya, wajib atasmu untuk bertakwa kepada Alloh dan beristiqomah, teladanilah dan janganlah kamu berbuat bid’ah.” Diriwayatkan oleh Ad-Darimi (141)
3- ‘Abdullah bin Mas’ud berkata :
“Barang siapa yang senang untuk berjumpa dengan Alloh kelak dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia menjaga sholat lima waktu di tempat dikumandangkannya adzan (yaitu masjid, pent.). Karena sesungguhnya Alloh mensyariatkan bagi nabi kalian jalan-jalan petunjuk dan sesungguhnya sholat di tempat dikumandangkannya adzan termasuk jalan-jalan petunjuk.
Seandainya kalian sholat di rumah-rumah kalian sebagaimana sholatnya mutakhallif (orang yang menyendiri/tidak sholat berjama’ah di Masjid, pent.) di rumahnya maka kalian benar-benar telah meninggalkan sunnah nabi kalian, dan seandainya kalian meninggalkan sunnah-sunnah nabi kalian niscaya kalian benar-benar akan tersesat...” Diriwayatkan oleh Muslim (654).
4- ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata :
“Setiap bid’ah itu sesat walaupun manusia menganggapnya baik.” Diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr al-Marwazi (al- Marruzi) di dalam As-Sunnah.
5- Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Maka berhati-hatilah kalian dengan hal-hal yang diada-adakan, karena setiap hal yang diada-adakan adalah sesat.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4611).
6- Seorang lelaki menuliskan surat kepada ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz
menanyakan tentang permasalahan Al-Qodar, lalu beliau menjawab dengan menuliskan :
“Amma Ba’du, Saya mewasiatkan kepada anda untuk senantiasa bertakwa kepada Alloh dan bersederhana di dalam menunaikan perintah-Nya serta meneladani sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, meninggalkan segala hal yang diada-adakan oleh kaum yang gemar mengada-adakan bid’ah setelah sunnah beliau berlalu dan terpenuhinya semua tanggung jawab beliau.
Maka wajib atas anda menetapi sunnah karena sesungguhnya sunnah itu dengan izin Alloh adalah keterpeliharaan bagi anda...” Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4612)
7- Sahl bin ‘Abdullah at-Tusturi berkata :
“Tidak seorangpun yang mengada-adakan sesuatu di dalam ilmu melainkan ia akan ditanya tentangnya pada hari kiamat, apabila selaras dengan sunnah maka ia selamat, dan apabila tidak selaras maka ia tidak selamat.” Fathul Bar i (13/290)
8- Abu ‘Utsman an-Naisaburi berkata :
“Barangsiapa yang menjadikan sunnah sebagai pemimpin jiwanya baik di dalam perkataan maupun perbuatan maka ia telah berucap dengan hikmah dan barangsiapa yang menjadikan hawa nafsu sebagai pemimpin jiwanya baik di dalam perkataan maupun perbuatan maka ia telah berucap dengan bid’ah.” Hilyatul Auliya` (10/244)
9- Imam Malik rahimahullahu berkata :
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu bid’ah di dalam Islam dan menganggapnya baik, maka ia telah menuduh bahwa Muhammad telah mengkhianati Risalah beliau. Karena Alloh berfirman : “Pada har i ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian”, maka segala sesuatu yang pada hari itu bukan merupakan agama maka tidak pula menjadi agama pada hari ini.” Al-‘I’tisham (1/28).
10- Imam Ahmad rahimahullahu berkata :
“Pokok-pokok sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan segala hal yang dibawa oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan meneladani mereka serta meninggalkan bid’ah karena setiap bid’ah itu sesat.”
MENELADANI SENNAH ITU WAJIB BAIK DI DALAM USHUL MAUPUN FURU’
Meneladani sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah dengan mengambil segala hal yang ditunjukkan oleh Kitabullah dan Sunnah, sebagaimana wajib meneladaninya di dalam perkara aqidah sebagai pengamalan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam :
“Karena sesungguhnya, siapa saja diantara kalian yang masih hidup maka ia akan melihat banyaknya perselisihan. Maka berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang terbimbing lagi lurus” (al-Hadits) maka juga wajib meneladaninya di dalam perkara furu’ (cabang) yang diperbolehkan adanya ijtihad di dalamnya ketika telah jelas suatu dalil.
Para ulama salaf umat ini, diantaranya imam yang empat yaitu Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad, telah mewasiatkan untuk mengambil segala sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil dan meninggalkan pendapat-pendapat yang mereka ucapkan apabila ada hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang menyelisihi pendapat mereka. Telah masyhur dari Imam Malik bahwa beliau pernah mengucapkan :
“Setiap orang boleh diterima pendapatnya dan boleh pula ditolak, kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam.”
Imam Syaf i’i rahimahullahu pernah berkata :
“Umat telah bersepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas atasnya sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam maka tidaklah boleh atasnya meninggalkan sunnah Rasulullah dikarenakan ucapan seseorang.” Ar-Ruh karya Ibnul Qoyyim (hal. 395-396).
Ibnul Qoyyim sebelum mengutarakan atsar ini mengatakan :
“Barangsiapa yang menolak ucapan ulama dikarenakan adanya nash (dalil) dan menimbangnya dengan nash serta menyelisihi ucapan ulama yang menyelisihi nash, ini bukan artinya ia merendahkan ucapan ulama dan bukan pula merendahkan kedudukan mereka, bahkan ini artinya ia telah meneladani mereka karena mereka semualah yang memerintahkan hal ini. Oleh karena itu, peneladanan terhadap mereka yang sebenarnya adalah meniru apa yang mereka nasehatkan bukannya malah menyelisihi nasehat mereka.”
Sebagian ulama yang menyibukkan diri dengan fikih empat madzhab ada yang menakwil dalil-dalil yang shahih apabila menyelisihi pendapat mereka. Asbagh bin al-Faraj berkata :
“Mengusap (yaitu di atas sepatu) ada (dalilnya) dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan dari para sahabat senior, lebih kuat menurut pendapat kami daripada kami mengikuti Malik yang berpendapat dengan sebaliknya.” Fathul Bari (1/306) Al-Hafizh berkata di dalam al-Fath (1/276) :
“Malikiyah tidak berpendapat wajibnya tertib (berurutan) di dalam mensucikan (wadah) dari bekas jilatan anjing. Al-Qurof I salah seorang Malikiyah berkata : Hadits-hadits di dalam masalah ini shahih, namun anehnya mereka ini adalah bagaimana bisa mereka tidak berpendapat dengannya!”
Ibnul ‘Arobi al-Maliki berkata :
“Malikiyah berkata : Tidaklah ada demikian –yaitu sholat ghaibkecuali (khusus) hanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam saja. Kami katakan : Segala apa yang diamalkan oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam maka umat beliau turut mengamalkannya, maksudnya secara asal tidak ada pengkhususan. Mereka (Malikiyah) berkata : berapa wilayah telah dilalui beliau dan jenazah dihadiri secara langsung oleh beliau! Kami katakan : Sesungguhnya Rabb kita adalah Maha Mampu atasnya dan sesungguhnya nabi kitalah yang layak dengannya. Akan tetapi janganlah kalian berpendapat melainkan hanya dengan yang kalian riwayatkan, janganlah kalian membuat-buat hadits yang berasal dari diri kalian sendiri, janganlah kalian menyampaikan melainkan yang tsabat (tetap) dan tinggalkan yang lemah, karena ia merupakan jalan kerusakan kepada sesuatu yang tidak memiliki kerusakan.” Al- Fath (3/189) dan lihat pula Nailul Authar karya asy-Syaukani (4/54).
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata tentang masalah penetapan secara spesifik (ta’yin) arti sholat wustho :
“Sunnah telah menetapkan bahwa sholat wustho itu adalah sholat Ashar, maka dapat dipastikan secara spesifik maknanya kembali padanya.” Kemudian beliau menukilkan dari Syafi’i bahwa beliau mengatakan :
“Semua yang saya katakan, maka yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang benar walau menyelisihi pendapatku. Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah lebih utama (untuk diikuti) dan janganlah bertaklid kepadaku.”
Beliau juga berkata :
“Apabila telah shahih sebuah hadits dan aku berpendapat (dengan yang lain), maka aku menarik kembali pendapatku itu dan aku berpendapat dengan hadits shahih tersebut.”
Kemudian Ibnu Katsir berkata :
“Hal ini termasuk kegentlean dan kejujuran beliau dan hal ini merupakan kelapangan saudara-saudara beliau dari para imam rahimahumullahu wa radhiyallahu anhum ajma’in, amin. Dari sini, Al-Qodhi Al-Mawardi memastikan bahwa madzhab Syafi’I rahimahullahu menetapkan bahwa sholat wustho adalah sholat ashar, walaupun beliau menegaskan di dalam Al-Jadid dan selainnya bahwa sholat wustho itu adalah shubuh, oleh sebab shahihnya hadits-hadits yang menjelaskan bahwa sholat wustho itu adalah ashar. Sejumlah besar ahli hadits madzhab Syafi’I menyetujui beliau atas metode ini. Walillahil Hamdu wal Minnah.”
Tafsir Ibnu Katsir di dalam menafsirkan firman Alloh Ta’ala : “Jagalah sholat-sholat kalian dan sholat wustho.”
Ibnu Hajar berkata di dalam Al-Fath (2/222) :
“Ibnu Khuzaimah berkata tentang mengangkat kedua tangan pada saat bangun dari dua rakaat: hal ini termasuk sunnah walaupun Syafi’i tidak menyinggungnya dan sanad hadits ini shahih.
Beliau (Imam Syafi’i) pernah berkata : “Berpendapatlah dengan sunnah dan tinggalkan pendapatku.”
Al-Hafizh juga berkata di dalam Al-Fath (3/95) :
“Ibnu Khuzaimah berkata : haram atas seorang yang alim menyelisihi sunnah setelah ia mengetahuinya.”
Al-Hafizh berkata kembali (2/470):
“Al-Baihaqi meriwayatkan di dalam Al-Ma’rifah dari ar-Rabi’ beliau berkata : Syafi’i berkata : telah diriwayatkan sebuah hadits bahwa wanita diperkenankan (menghadiri sholat) dua ied. Sekiranya hadits ini shahih maka aku berpendapat dengannya. Baihaqi berkata : hadits ini shahih, dikeluarkan oleh Syaikhain (Bukhari-Muslim) –yaitu dari Ummu ‘Athiyah- maka Syafi’iyah mengharuskan berpendapat dengannya.” An-Nawawi menyebutkan di dalam Syarh Shahih Muslim (4/49) perselisihan ulama tentang (batalnya) wudhu’ karena (memakan) daging unta. Beliau berkata :
“Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawaih berpendapat dengan dua hadits dalam masalah ini –yaitu (batalnya) wudhu’ karena (memakan) daging unta-, yaitu hadits Jabir dan hadits al-Baro’. Dan madzhab ini lebih kuat dalilnya walaupun jumhur menyelisihinya.”
Ibnu Hajar berkata di dalam penjelasan hadits Ibnu ‘Umar “Saya diper intah untuk memerangi manusia” tentang kisah dialog Abu Bakar dengan ‘Umar di dalam memerangi orang yang tidak menunaikan zakat. Beliau berkata :
“Di dalam kisah ini terdapat dalil bahwa ada sunnah yang masih tersamar atas sebagian sahabat senior namun salah seorang dari mereka mengetahuinya. Dengan demikian, tidaklah boleh berpaling kepada pendapat -walaupun diperkuat- padahal ada sunnah yang menyelisihinya. Dan tidak boleh dikatakan : bagaimana bisa tersamar hal itu atas Fulan?!” Al-Fath (1/67)
Beliau juga berkata (3/544) :
“Dan mayoritas salaf dan kholaf berpendapat dengan pendapat ini –yaitu mengumumkan pernikahan-. Ath-Thohawi menyebutkan di dalam Ikhtilaful ‘Ulama` dimakruhkannya hal ini dari Abu Hanifah, sedangkan yang lainnya berpendapat akan
disunnahkannya sebagai bentuk peneladanan, bahkan sampaisampai dua sahabat beliau (Abu Hanifah) yaitu Muhammad dan Abu Yusuf (turut berpendapat dengannya), keduanya mengatakan : hal ini baik.”
0 komentar:
Posting Komentar