JANGAN MEMBACA INI DARI SUDUT PANDANG HUKUM MENDENGARKAN MUSIC ITU HARAM,Karena bisa saja ada yg mengatakan sebaliknya dengan dasar pendapat Ibnu Hazm....
Tapi cobalah baca semuanya kemudian renungkan Bukankah benar yg di tulis oleh IBNUL QOYYIM ini?
Tapi cobalah baca semuanya kemudian renungkan Bukankah benar yg di tulis oleh IBNUL QOYYIM ini?
Catatan ini ana copas dari kitab terjemahan MANAJEMEN QALBU: Melumpuhkan Senjata Syetan Judul Asli: Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy SyaithanIbnu Qayyim Al-Jauziyyah
"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya, maka beri kabar gembiralah dia dengan adzab yang pedih." (Luqman: 6-7).
"Sebagian besar para ahli tafsir ber-pendapat, yang dimaksud dengan lahwul hadits (perkataan yang tidak berguna) adalah nyanyian, demikian seperti dikatakan oleh Ibnu Abbas menurut riwayat Sa'id bin Jubair dan Miqsam dari beliau, juga dikatakan oleh Abdullah bin Mas'ud yang diriwayatkan oleh Abi Ash-Shahba' daripadanya.
Dan ini pula pendapat Mujahid dan Ikrimah."( Ini adalah atsar yang baik dari mereka, lihat takhrij-nya dalam Al-Muntaqa An-Nafis, (hal. 303).
"Mayoritas dalam kitab-kitab tafsir disebut-kan, makna lahwul hadits di sini adalah nyanyian, sebab ia melalaikan dari mengingat Allah."
"Mayoritas dalam kitab-kitab tafsir disebut-kan, makna lahwul hadits di sini adalah nyanyian, sebab ia melalaikan dari mengingat Allah."
Selanjutnya beliau berkata, "Para ahli ma'ani berkata, Termasuk dalam masalah ini adalah orang yang lebih memilih kesia-siaan, nyanyian, seruling dan musik daripada Al-Qur'an, meskipun lafazhnya diungkapkan dengan kata 'syira' (membeli) yang menunjukkan pertukaran (antara dua barang), hal seperti ini banyak dijumpai dalam Al-Qur'an. Dan makna lahwul hadits di atas dikuatkan lagi oleh ucapan Qatadah tentang ayat tersebut, 'Mungkin yang demikian itu agar ia tidak menginfakkan hartanya'." Beliau juga berkata, "Cukuplah seseorang itu sesat, jika ia memilih perkataan batil daripada perkataan yang haq."
Ayat ini dengan tafsiran seperti di atas, menun-jukkan diharamkannya nyanyian." Al-Hakim Abu Abdillah dalam bab tafsir dari kitab Al-Mustadrak berkata, "Agar para penuntut ilmu mema-hami bahwa tafsir para sahabat yang menyaksikan wahyu (Al-Qur'an) menurut Al-Bukhari dan Muslim adalah hadits musnad (yang disandar-kan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam)."
Pendapat ini, meskipun masih perlu dikaji ulang, idak diragukan lagi menunjukkan, tafsir para sahabat lebih berhak diterima daripada tafsir orang-orang sesudah mereka. Sebab mereka lebih mengetahui yang dimaksud oleh Allah dalam Kitab-Nya, karena ia turun kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang pertama kali diseru oleh Al-Qur'an dari umat ini. Mereka menyaksikan tafsir Al-Qur'an itu lang-sung dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik secara ilmu maupun pengamalan, dan mereka adalah orang-orang Arab yang fasih bahasanya dalam arti yang sesungguhnya, maka tafsir mereka tidak bi-sa dibandingkan dengan tafsir siapa pun selama kita masih mendapati tafsir dari mereka.
Adapun Imam Malik, maka beliau melarang nyanyian dan melarang mendengarkannya. Bahkan beliau berkata, 'Jika seseorang membeli budak wanita, ternyata ia dapati budak itu seorang penyanyi maka ia boleh mengembalikannya karena alasan cacat.'
Dan Imam Malik Rahimahullah ditanya tentang nyanyian yang dibolehkan oleh penduduk Madinah? Beliau menjawab, 'Hal itu hanya dilakukan oleh orang-orang fasik'."( *) Lihat llalu Ahmad (1/238),Al-Amm bilMa'ruf'(165) oleh M-Khallal, Al-Muntaqa An-Nafis (hal. 300), Al-Kafi (2/205) oleh Ibnu Abdil Barr, Syarh Mukhtashar Khalil (6/ 153) oleh Al-Khaththab).
"Adapun Abu Hanifah, beliau membenci nyanyian dan menjadikannya termasuk dosa-dosa."(Al-Muntaqa An-Nafis (hal. 300), Ad-Durrul Mukhtar (2/354), Ruhul Ma'ani (21/68) oleh Al-Alusi, dan Syarhu Kanzil Mukhtar (4/120) oleh Az-Zaila'i.)
Adapun Imam Syafi'i, maka beliau berkata dalam kitab Adabul Qadha (.Lihat Al-Umm (6/214). Silahkan pula merujuk kepada Az-Zawajir (2/278) oleh Al-Haitsami, Sunanul Baihaqi (10/223) dan Nuzhatul Asma' (hal. 71) oleh Ibnu Rajab. ) "Sesungguhnya nyanyian adalah suatu kesia-siaan yang diben-ci, ia menyerupai kebatilan dan kemustahilan, siapa yang memperba-nyak nyanyian, maka ia adalah orang bodoh dan tidak diterima kesaksi-annya."
Dan Imam Syafi'i serta para ulama madzhab Syafi'i terdahulu, terma-suk di antara orang yang paling keras dalam masalah ini. Diriwayatkan secara mutawatir dari Imam Syafi'i, beliau berkata, "Di Baghdad, aku meninggalkan sesuatu yang merupakan ciptaan orang-orang zindik. Mereka menamakannya taghbir (syair yang membuat orang zuhud di dunia), dengan syair tersebut, mereka menghalang-halangi manusia dari Al-Qur'an."(Iihat, Ittiba'us Sunan wajtinabulBida', (88-89), oleh Dhiya' Al-Maqdisi, serta ta'liq saya terhadapnya ).
Jika demikian perkataannya dalam masalah taghbir, dan alasannya adalah ia menghalang-halangi manusia dari Al-Qur'an, padahal ia adalah syair yang membuat orang berlaku zuhud terhadap dunia, yang dinya-nyikan oleh seorang penyanyi, dan sebagian hadirin menabuh gendang dengan kayu untuk mengiringi lagunya. Aduhai, mendengarkan taghbir yang bagaikan buih dalam lautan mereka katakan mengandung ber-bagai macam kerusakan dan menyimpan segala yang diharamkan, lalu bagaimana dengan yang lain?
Lalu, apa yang akan dikatakan tentang anasyid (nyanyian-nyanyian) pada zaman sekarang, yang konon dinamakan Islami, yang diiringi rebana, bahkan kadang-kadang diiringi gendang. ba haula wala quwwata ilia billah
Dan sungguh Allah mengetahui para pe-nuntut ilmu yang terkena fitnah dan juga ahli ibadah yang bodoh.
Sufyan bin Uyainah berkata, "Dahulu diserukan, waspadalah terha-dap orang berilmu yang suka melakukan maksiat, dan ahli ibadah yang bodoh, sebab fitnah keduanya merupakan fitnah bagi setiap orang yang terkena fitnah."
Dan sungguh siapa yang merenungkan kerusakan yang terjadi pada umat ini, niscaya ia akan mendapatkan semuanya bersumber pada kedua hal tersebut.
Adapun madzhab Imam Ahmad," maka Abdullah putera Imam Ahmad berkata, "Aku bertanya kepada ayahku tentang nyanyian, maka beliau menjawab, 'Nyanyian itu menumbuhkan nifaq dalam hati, ia tidak membuatku tertarik'." Kemudian ia menyebutkan ucapan Imam Malik, "Sesungguhnya nyanyian (hanya) dilakukan oleh orang-orang fasik." Abdullah berkata, "Aku mendengarkan ayahku berkata, 'Aku men-dengar Yahya Al-Qaththan berkata, 'Jika ada orang yang mengamalkan setiap pendapat yang ringan (rukhshah), yakni mengambil pendapat penduduk Kufah dalam hal nabidz (anggur untuk minuman keras), pen-dapat penduduk Madinah dalam mendengarkan (nyanyian) dan pendapat penduduk Makkah dalam hal nikah mut'ah, maka dia adalah orang fasik'.( Lihat Ilalu Ahmad, (1/238); Al-Muntaqa An-Nafis, (hal. 297); Masa'ilu Abdillah, (449); Al-Istiqamah, (1/385); oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.)
Jika diketahui demikian, maka para pecandu nyanyian dan para pen-dengarnya akan mendapatkan bagian dari cercaan ini, sesuai dengan tingkat perhatian mereka terhadap nyanyian dan keberpalingan mereka dari Al-Qur'an, meskipun mereka tidak mendapatkan bagian itu seluruh-nya. Sebab ayat-ayat tersebut mengandung celaan kepada orang yang menggantikan Al-Qur'an dengan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadi-kan jalan Allah itu sebagai bahan olok-olokan. Lalu jika dibacakan Al-Qur'an kepadanya, ia akan berpaling dengan menyombongkan diri, se-akan-akan tidak mendengarnya, dan seakan terdapat sumbat di kedua telinganya (tuli), dan jika ia mengetahui sedikit daripadanya, maka dia mengolok-oloknya.
Dalam sebuah syair dkatakan
Al-Qur'an dibacakan, maka mereka pun diam, bukan karena takut, tetapi diam karena lupa dan tidak memperhatikan. Dan ketika nyanyian didendangkan, serta-merta mereka pun bernyanyi laksana keledai, tetapi demi Allah mereka menari bukan karena Allah.
Di sana ada rebana, seruling dan nyanyian yang memabukkan. Wahai, pernahkan Anda melihat ibadah di tempat bersenang-senang?
Bagi mereka, Al-Qur'an itu amat berat, karena di dalamnya berisi berbagai perintah dan larangan.
Mereka mendengarkannya seakan guruh dan petir, jika ia berisi peringatan dan ancaman melakukan perbuatan terlarang.
Mereka menganggap Al-Qur'an itu penghalang terbesar nafsu dari berbagai keinginannya, wahai kapankah hal itu berakhir. Lalu mereka datang untuk mendengarkan yang sesuai dengan tujuan-tujuannya, dan karena itu mereka menjadi semakin sombong.
Manakah penolong yang bisa menghentikan sebab-sebab hawa nafsu bagi orang yang bodoh dan lengah? Tidak, yang ada hanyalah arak bagi tubuh atau arak yang semisalnya bagi pikiran.
Lihatlah orang yang mabuk saat minum, lihat orang yang mabuk di tempat bersenang senang!
Lalu, lihat pula orang yang merobek-robek pakaiannya, setelah ia merobek-robek sendiri hatinya yang lupa.
Lantas putuskanlah, manakah arak yang lebih pantas diharamkan dan dibebani dosa di sisi Allah?"
Penyair lain berkata,
"Kami setia kepada Allah dan berlepas diri dari orang-orang yang mengidap penyakit mendengarkan nyanyian.
Berapa sering kukatakan, 'Wahai kaumku, kalian berada di tepi jurang,
tepi jurang yang di bawahnya lembah curam, mengapa kalian tak mengambil peringatan?'
Kami sering menasihati mereka, agar kami punya alasan tentang keadaan mereka ketika ditanya Tuhan kami.
Dan, tatkala mereka meremehkan peringatan kami, kami mengembali kan perkara ini kepada Tuhan kami. Lantas kami tetap hidup berdasarkan Sunnah Nabi, sedang mereka mati dalam kebencian kami."
Termasuk tipu daya dan perangkap musuh Allah, yang dengannya terperdaya orang yang sedikit ilmu dan agamanya, serta terjaring dengannya hati orang-orang bodoh dan batil adalah mendengarkan siulan, tepuk tangan dan nyanyian dengan alat-alat yang diharamkan, yang menghalangi hati dari Al-Qur'an dan menjadikannya menikmati kefasikan dan kemaksiatan. Ia adalah qur'annya syetan, dinding pemba-tas yang tebal dari Ar-Rahman. Ia adalah mantera zina. Dengannya, orang fasik yang dimabuk cinta mendapatkan puncak ha-rapan dari orang yang dicintainya. Dengan nyanyian ini, syetan memper-daya jiwa-jiwa yang batil, ia menjadikan jiwa-jiwa itu -melalui tipu daya dan makarnya- menganggap baik terhadap nyanyian. Lalu, ia juga me-niupkan syubhat-syubhat (argumen-argumen) batil sehingga ia tetap menganggapnya baik dan menerima bisikannya, dan karenanya ia men-jauhi Al-Qur'an.
Seandainya engkau melihat saat bagaimana mereka mendengarkan nyanyian tersebut; mereka tampak senyap dan hening, tidak sedikit pun bergerak, segenap hati mereka terkonsentrasi padanya, perhatian mereka hanya menuju ke sana. Lalu, secara refleks, diri mereka terta-wan, laksana orang yang mabuk, mereka pun menari dan berjoget. Tahu-kah kalian, bagaimana para wanita dan orang-orang banci mabuk kepa-yang? Itulah mereka!
Dan hal itu pantas saja bagi mereka, sebab bius nyanyian telah menyatu dengan jiwa mereka, sehingga mereka bisa melakukan sesuatu yang lebih berbahaya dari peminum arak. Di sana, ada hati yang diko-yak, ada pakaian yang dirobek, ada hartayang dikeluarkan bukan karena ketaatan kepada Allah, semua bukan karena Allah, tetapi karena syetan, sehingga mereka tak peduli jika harus mabuk. Dengan begitu, syetan telah mendapatkan angan-angan dan harapannya. Ia menghasung mere-ka dengan suara dan tipuannya, bahkan mengerahkan terhadap mereka pasukan berkuda dan berjalan kaki, dan meletakkan di dalam dada mere-ka duri-duri, kemudian membujuk mereka agar berkelana di atas bumi dengan berjalan kaki. Sehingga terkadang ia menjadikan mereka seperti keledai di sekeliling tempat rotasi, dan di saat lain seperti orang lemah yang menari di tengah-tengah rumah. Duhai, alangkah sayang atap dan bumi dirobohkan oleh telapak kaki-telapak kaki itu. Dan alangkah buruk penyerupaan dengan keledai dan binatang ternak. Duhai, betapa lega hati para musuh Islam terhadap bencana yang menimpa orang-orang yang mengaku sebagai orang-orang Islam pilihan,* mereka menghabiskan hidup mereka dengan se-gala kelezatan dan kenikmatan, dan menjadikan agama mereka sebagai pelecehan dan permainan.
Seruling syetan lebih mereka cintai daripada mendengarkan surat-surat Al-Qur'an. Seandainya salah seorang mereka mendengarkan Al-Qur'an dari awal hingga akhir, tentu ia tak akan memotivasinya untuk diam tenang, juga tidak akan membuatnya khusyu' dan tak akan mem-pengaruhi perasaannya, juga tak akan membuatnya rindu kepada Allah.
Tetapi, jika dibacakan padanya qur'an syetan, begitu ia mendengar-nya, serta-merta hatinya memancarkan sumber-sumber perasaan yang merambat sampai kepada dua matanya, lalu pada kedua kakinya sehingga membuatnya menari, pada kedua tangannya membuat dirinya ber-tepuk tangan dan pada seluruh anggota tubuhnya membuat semua badannya berjoget dan bergoyang, pada napasnya membuatnya semakin terengah-engah dan pada api kerinduannya menjadikannya semakin berkobar menyala.
Wahai orang yang membuat dan terkena fitnah, yang menjual bagi-annya dari Allah dengan bagian dari syetan sehingga merugi. Kenapa perasaan pilu itu tidak terjadi ketika mendengarkan Al-Qur'an?? Kenapa perasaan itu tidak datang ketika membaca Al-Qur'anul Majid? Juga ber-bagai keadaan yang baik, saat membaca surat dan ayat-ayat?
PENGHARAMAN ALAT MUSIC
Pembahasan ini akan menjelaskan tentang pengharaman Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap alat-alat musik dengan
mendasar-kan pada hadits-hadits tentang hal tersebut.
Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap alat-alat musik dengan
mendasar-kan pada hadits-hadits tentang hal tersebut.
Dari Abdurrahman bin Ghanm, ia berkata, Abu Amir atau Abu Malik
Al-Asy'ari Radhiyallahu Anhuma bercerita bahwasanya Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, "Akan ada dari umatku kaum yang menghalalkan
perzinaan, sutra, khamar dan alat-alat musik."
Ini adalah hadits shahih(al-Jauziyyah telah menyendirikan pembahasan
tentang hadits ini dalam suatu risalah yang saya beri judul Al-Kasyiffi
Tashhihi Riwayatil Bukhari li Haditsil Ma'azifwar Radd ale Ibn Hazm
Al-Mukhalif wa Muqalliduhu Al-Mujazif, diterbitkan oleh Dar Ibnul Jauzi
Dammam. ) dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya dan ia
menggunakannya sebagai hujjah, bahkan beliau mengomen-tarinya dengan komentar yang tegas,( Dan telah diketahui bahwa dalam juz yang dimaksud (hal. 30-32), komentar tersebu sebetulnya ada berdasarkan hadits yang muttashil (bersambung). beliau berkata, "Bab tentang Orang Yang Menghalalkan Khamar dan Menamakannya dengan Selain Namanya."
Dan Hisyam bin Ammar berkata, "Shadaqah bin Khalid bercerita kepadaku,
Telah berkata kepadaku Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, telah berkata
kepadaku Athiyah bin Qais Al-Kilabi, telah berkata kepada-ku
Abdurrahman bin Ghanm Al-Asy'ari, telah berkata kepadaku Abu Amir atau
Abu Malik Al-Asy'ari -dan demi Allah ia tidak mendustaiku-bahwasanya ia
mendengar Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Akan ada dari
umatku kaum-kaum yang menghalalkan perzinaan, sutra, khamar dan
alat-alat musik'."
Tidak ada upaya yang dilakukan oleh orang-orang yang menganggap cacat hadits di atas, seperti Ibnu Hazm untuk mempertahankan penda-patnya yang batil tentang dibolehkannya nyanyian dan musik, selain mengatakan bahwa hadits itu munqathi' (terputus), karena Al-Bukhari -katanya- tidak memiliki sanad yang bersambung dalam hal hadits di atas!
Adapun untuk menjawab kekeliruan ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwasanya Al-Bukhari telah berjumpa dengan Hisyam bin Ammar, dan ia
mendengar daripadanya. Dan jika ia berkata, "Hisyam berkata, maka itu
sama dengan ucapannya, "Dari Hisyam..."
2. Jika dia belum mendengar daripadanya maka dia tidak boleh memas-
tikan bahwa hadits itu darinya, tetapi yang shahih adalah ia telah
mendengar daripadanya. Dan inilah yang paling mungkin, karena banyaknya orang yang meriwayatkan daripadanya, sebab Hisyam bin Ammar adalah seorang syaikh (guru) yang terkenal, sedangkan Al-Bukhari adalah makhluk Allah yang paling jauh dari melakukan kecurangan.3. Bahwasanya Al-Bukhari telah memasukkan hadits tersebut dalam kitabnya yang terkenal dengan Ash-Shahih, yang bisa dijadikan huj- jah,seandainya hadits itu bukan hadits shahih, tentu ia tak akan melakukan yang demikian.
4. Al-Bukhari memberikan ta'liq pada hadits itu dengan ungkapan yang
menunjukkan kepastian, tidak dengan ungkapan yang menunjukkan tamridh (cacat). Dan bahwasanya jika beliau bersikap tawaqquf (tidak
berpendapat) dalam suatu hadits atau bahwa hadits itu tidak atas dasar
syaratnya maka beliau akan mengatakan, "Diriwayatkan dari Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam", dan juga dengan ung kapan, "Disebutkan
dari beliau", atau dengan ungkapan yang sejenis- nya. Tetapi jika
beliau berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda",
maka berarti ia telah memastikan bahwa hadits itu disandarkan kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
5. Seandainya kita mengatakan berbagai dalil di atas tidak ada artinya,
maka cukuplah bagi kita bahwa hadits tersebut shahih dan muttashil
menurut perawi hadits yang lain. Abu Daud dalam kitabnya Al-Libas
(Nomor (4039) dan lihat pula Al-Kasyif (hal. 41). berkata, 'Telah
berkata kepadaku Abdul Wahab bin Najdah, telah berkata kepadaku Bisyr
bin Bakr dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, telah berkata kepadaku
Athiyah bin Qais, bahwasanya ia berkata, 'Aku mendengar Abdurrahman bin Ghanm Al-Asy'ari berkata, Telah berkata kepadaku Abu Amir atau Abu
Malik, lalu ia menyebutkan hadits secara ringkas
Abu Bakar Al-Isma'ili meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dan ia
berkata, "Abu Amir telah berkata lalu ia menyebutkan hadits yang
dimaksud)." Sedang ia sama sekali tidak meragukannya.
Dalil di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan alat musik adalah
seluruh alat musik yang ada. Dan para ahli bahasa tidak ada yang
berselisih tentang hal ini. Dan seandainya ia halal, tentu Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mencela orang yang menghalalkan-nya,
dan tentu beliau tidak menyamakan penghalalannya dengan peng-halalan
khamar dan sutra.
Masalah menyanyi dengan menggunakan alat-alat musik yang merupakan
syiar para peminum khamar untuk berjoget, seperti: Gitar, kecapi,
simbal, senar dan semua jenis alat-alat musik lainnya adalah haram
digunakan.
Tentang klarinet ada dua pendapat, Al-Baghawi me-ngatakan itu haram,
sedang Al-Ghazali membolehkannya.( Iihat Ihya' Ulumid Din, (2/272).
Lalu beliau mengatakan, "Yang benar adalah klarinet atau seruling itu
adalah haram." Abul Qasim Ad-Daula'i" telah menulis kitab khusus
tentang pengharam-an klarinet. Abu Amr bin Shalah menukil adanya ijma'
(konsensus) ten-tang pengharaman mendengarkan rebana, klarinet dan
nyanyian yang didendangkan secara bersamaan. Dalam Fatawi-nya ia
berkata.Adapun tentang dibolehkan dan dihalalkannya mendengarkan hal
tersebut, maka perlu diketahui bahwa rebana, seruling dan nyanyian,
jika didendangkan secara bersamaan, maka mendengarkannya adalah haram.
Demikian menurut para imam madzhab dan lainnya dari ulama kaum
Muslimin. Tidak seorang pun ulama yang diperhitungkan ucapan-nya, baik
dalam ijma' maupun ikhtilaf (perselisihan pendapat) yangme-ngatakan dibolehkannya mendengarkan hal tersebut.
Sedangkan perbedaan pendapat yang dinukil dari sebagian ulama madzhab Syafi'i adalah dalam masalah seruling jika dimainkan sendirian, juga rebana jika dimainkan sendirian. Orang yang tidak mengerti atau tidak merenungkannya, mungkin mempercayai adanya perbedaan pen-dapat di kalangan ulama madzhab Syafi'i dalam mendengarkan rebana, seruling dan nyanyian jika didendangkan bersamaan. Padahal jelas, itu adalah kekeliruan yang bertentangan dengan dalil syariat dan logika.
Di samping itu, tidak semua perbedaan pendapat bisa dijadikan
san-daran. Dan barangsiapa yang senantiasa mencari-cari perbedaan
ulama, lalu mengambil yang paling mudah dan ringan dari pendapat
mereka, maka dia telah atau hampir zindik (kafir).( Sulaiman At-Taimi
berkata, "Jika kamu mengambil setiap yang ringan atau kesalahan (dari
pendapat) para ulama, maka telah berkumpul pada dirimu semua
keburukan." (Diriwayatkan oleh Al-Khallal dalam Al-Amru bil Ma'ruf,
168-169).
Kami telah menyebutkan syubhat-syubhat para penyanyi dan orang-orang
yang kena fitnah dengan mendengarkan nyanyian syetan tersebut, kami
juga telah membantah dan membatalkannya dalam kitab As-Sa-ma(Kitab ini telah diterbitkan oleh Darul Ashimah, Riyadh dengan tahqiq Rasyid bin
Abdul Azis Al-Hamd. )dan kami juga menyebutkan tentang perbedaan antara apa yang dibangkitkan oleh bait-bait nyanyian dengan apa yang
dibangkitkan oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Kita juga menyebutkan berbagai
syubhat yang ada pada sebagian besar para ahli ibadah dalam masalah
nyanyian, bahkan mereka menganggapnya sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah. Karena itu, siapa yang ingin mengetahui hal-hal di atas
secara lengkap silahkan merujuk kepada kitab tersebut. Adapun di sini,
kita sebutkan secara ringkas karena ia adalah salah satu dari perangkap
dan senjata syetan. Wabillahit-taufik.
Dan alangkah indah apa yang diungkapkan oleh sebagian ulama, yang itu juga dibuktikan dalam perbuatan mereka,
"Katakanlah kepada mereka sebagaimana yang dikatakan oleh hamba yang menasihati, dan hak nasihat adalah didengar.
Sejak kapankah diketahui manusia dalam agama kita, bahwa nya-nyian adalah Sunnah yang harus diikuti?
Dan agar seseorang makan seperti makannya keledai dan berdansa dalam suatu perkumpulan hingga terjadi perzinahan.
Dan mereka berkata, 'Kami mabuk cinta kepada Tuhan', padahal tidaklah
suatu kaum itu mabuk kecuali karena cawan-cawan (mi-numan keras).
Demikianlah binatang, jika dikenyangkan maka kekenyangan membu-atnya menari-nari.
Lalu seruling membuatnya mabuk, juga nyanyian, padahal jika (surat) Yasin dibacakan ia berpaling jengkel.
Masjid-masjid kita dihinakan karena memperdengarkan (Al-Qur'an), lalu apakah dimuliakan kandang-kandang (minuman) seperti itu?"
Penyair lain berkata,
Orang-orang mulia berpendapat, tetapi sebagian kelompok dari orang-orang rendah menghalangi.
(Ironinya), mereka mengaku meniti jejak mereka, tetapi titian para penganggur.
Mereka memotong jalan orang-orang ahli ibadah, menyimpangkan jalan-jalan petunjuk dengan kebodohan dan kesesatan.
Mereka menampakkan pada lahirnya pakaian takwa, tetapi isi perut mereka penuh dengan daki-daki.
Jika engkau katakan, 'Allah befirman dan rasul bersabda', mereka mengerlingmu dengan kerling kemungkaran penuh meremehkan.
Juga jika engkau katakan,'Para sahabat telah berkata, karena itu yang
utama hendaknya kalian mengikuti dalam ucapan dan perbuatan mereka',
atau jika engkau katakan, 'Para keluarga nabi telah berkata, semoga Allah memberi sebaik-baik shalawat keluarga nabi',
atau jika engkau katakan, 'Imam Syafi'i, Ahmad, Abu Hanifah dan Imam Malik telah berkata',
atau jika engkau katakan, 'Para sahabat mereka sesudahnya telah ber-kata', maka semua itu bagi mereka sebagai khayalan belaka,
lalu ia berkata, 'Hatiku telah memberitahuku tentang rahasianya, ten-tang rahasia-rahasiaku dan tentang keadaanku yang sejati,
tentang diriku, tentang pikiranku, tentang kesendirianku, tentang
kesak-sianku, tentang apa yang keluar dari diriku, tentang keadaanku,
tentang kesejatian waktuku, kesejatian kesaksianku, tentang rahasia
diriku, tentang sifat-sifat perbuatanku.'
(Semua adalah) pengakuan, yang jika engkau telusuri, akan engkau
dapatkan ia hanyalah nama-nama dusta yang dibungkus dengan
kemustahilan,
mereka meninggalkan hakikat dan syariat, lalu meniru yang tampak dari orang-orang bodoh dan sesat,
mereka menjadikan kepura-puraan sebagai pintu, ungkapan-ungkapan
khianat sebagai bualan, lalu melompat menjadikannya sebagai dalil.
Mereka melemparkan Kitabullah di belakang punggung mereka, seperti musyafir yang membuang sisa makanan mereka.
Nyanyian mereka jadikan kendaraan bagi hawa nafsu mereka, dan mereka
keterlaluan di dalamnya, sehingga mengatakan di dalamnya berbagai
kemustahilan(Nyanyian) dikatakannya sebagai ketaatan, qurbah dan
Sunnah, mere-ka percaya dalam hal tersebut terhadap syaikh yang
menyesatkan.
Yaitu syaikh dahulu yang memerangkap mereka dengan khayalan-khayalan, lalu mereka mengiakan ajakan penipu.
Karenanya, mereka menghindari Al-Qur'an, As-Sunnah dan atsar, se-bab semuanya mempersaksikan kesesatan mereka.
Mereka tidak mau mendengarkan kecuali apa yang mereka syahwati, sehingga melupakan mereka terhadap kesibukan lain.
Ketika mendengar Al-Qur'an mereka menyerang, karena tuli, buta dan meremehkan.
Jika seorang qari' membacakan satu surat kepadanya, maka musuhnya (Al-Qur'an) membuat Al-Qur'an itu begitu berat,
lalu juru bicara mereka berkata, 'Engkau terlalu panjang membaca,
-padahal belum sampai sepuluh (ayat)- karena itu pendekkanlah, kamu
memang membosankan.'
Demikianlah, sementara berapa banyak gurauan, teriakan dan tertawa tanpa adab dan sopan-santun (yang mereka lakukan),
sampai jika nyanyian telah diperdengarkan kepada mereka, tiba-tiba suara menjadi hening karena memuliakannya,
leher-leher mendongak untuk mendengarkan wahyu syaikh tersebut yang berupa nyanyian dan lagu,
kepala-kepala menjadi bergoyang, karena cinta dan rindu mendapat-kan keterikatan.
Di sana ada rindu dendam juga keadaan yang tidak bisa disebut ke-adaan.
Demi Allah, seandainya mereka sadar, niscaya mereka akan melihat betapa nista apa yang mereka perbuat,
tetapi, mabuk karena nyanyian lebih berat daripada mabuk karena khamar, dan ini sungguh tidak syak lagi.
Dan, jika suatu kali keduanya berkumpul dalam satu jiwa, maka jiwa itu akan merugi serugi-ruginya.
Wahai umat yang mempermainkan agama nabinya, sebagaimana permainan anak-anak di lumpur,
kalian bergembira atas bencana yang menimpa Ahlul Kitab dengan agama
kalian, sungguh mereka tidak akan rela dengan perbuatanmu itu,
berapa banyak kami dihina mereka karena kelompok kalian, baik seca-ra tersembunyi maupun terang-terangan dalam setiap perdebatan
Kepada kami mereka berkata, 'Agama? 'Padahal ibadah para pemeluk-nya
adalah nyanyian ini, sungguh ini adalah agama yang mustahil,
sungguh syariat tidak datang untuk membolehkannya, karena itu
ta-nyakanlah syariat-syariat, niscaya kamu tak lagi perlu bertanya.
Jika kalian katakan, nyanyian itu adalah kefasikan, kemaksiatan dan perdayaan syetan kepada orang-orang hina,
agar menghalang-halangi manusia dari wahyu dan agama Ilahi, dan agar terkena perangkap syetan yang memperdaya,
niscaya kami bersaksi bahwa ia adalah agama yang datang membawa kebenaran, agama para rasul yang tidak sesat.
Demikianlah, dan penisbatan semua itu kepada agama rasul adalah sesuatu yang luar biasa.
Sungguh tidak mungkin Rasulullah memutuskan hukum dengan hawa nafsu dan kebodohan, itu adalah hukum yang sesat.
Demi Allah, jika semua itu dihadapkan kepadanya, niscaya beliau akan menolak dan membatalkannya,
kecuali yang sesuai dengan hukumnya, maka itulah yang akan beliau terima.
Segenap hukumnya adalah adil dan benar semuanya, dalam rahmat, maslahat
dan halal, segenap makhluk dari segenap penjuru mengakui dengan akalnya
bah-wa hukumnya adalah baik dan sempurna.
Hukum-hukumnya engkau dapati selalu berkesesuaian dengan akal dan menghilangkan setiap ikatan,
sampai berkata orang yang mendengarkan hukumnya, tidaklah setelah kebenaran ini melainkan kesesatan.
Adalah untuk Allah, segenap hukum rasul dan keadilannya di antara para hamba, demikian pula dengan cahaya yang gemerlap.
Hukum-hukum itulah rahmat teragung di bumi ini, sehingga manusia berada dalam kebahagiaan serta menerimanya,
hukum-hukumnya berada dalam kebenaran, dan keadaan mereka ber-ada dalam sebaik-baik keadaan,
penuh keamanan, kemuliaan, petunjuk, kasih sayang, keterikatan, ke-
cintaan dan keagungan,
lalu kondisinya berubah, sampai kemudian terbalik amal perbuatan
menjadi terpolusi,
seandainya mereka menegakkan agama Allah, niscaya engkau lihat mereka dalam sebaik-baik keadaan,
sebaliknya, jika mereka memutuskan hukum secara zalim, maka mereka akan menjerat orang yang mengingkarinya dengan bencana.
Mereka berkata, 'Apakah engkau mengingkari syariat Muhammad, jangan demikian, karena ia adalah syariat yang mulia dan tinggi,
wahai orang yang mengingkari kebaikan, yang meminta kepada Tuhan-nya agar menang daripadanya dengan berbagai angan-angan,
lihatlah kepada petunjuk para sahabat dan orang yang hidup dizaman terdahulu,
titilah jalan mereka ke mana mereka mengarah, carilah jalan kanan karena yang kiri bukanlah jalan (kebenaran).'
Demi Allah, mereka tidak memilih jalan untuk diri mereka selain jalan-jalan petunjuk dalam ucapan dan perbuatan,
mereka meniti jalan dan petunjuk rasul, dan itulah yang mereka ikuti dalam segala keadaan.
Sebaik-baik teman adalah orang yang mencari petunjuk, dalam Mah-syar kelak, ia akan berakhir dengan sebaik-baik kesudahan,
mereka adalah orang yang taat dan tunduk kepada Tuhan mereka, dan berbicara dengan perkataan yang paling jujur,
yang meninggalkan setiap perbuatan buruk, dan mengamalkan sebaik-baik amalan,
hawa nafsu mereka mengikuti agamanabi mereka, sedang selain mere-ka memiliki keadaan yang sebaliknya,
agama mereka tidak bercampur dengan kekurangan, ucapan mereka tidak ada yang berupa bualan bodoh dan berlebih-lebihan,
mereka mengerjakan apa yang mereka ketahui, dan tidak memaksa diri,
karena itu mereka tidak mencampur antara petunjuk dengan ke-sesatan,
adapun selain mereka berlawanan dalam dua perkara'\ mereka me-ninggalkan petunjuk dan mengajak kepada kesesatan,
mereka adalah petunjuk bagi orang yang kebingungan, siapa yang berjalan sesuai petunjuk mereka tidak akan takut tersesat,
mereka adalah bintang-gemintang penunjuk jalan dan pemberi cahaya, berada di tempat yang tinggi dan memiliki hasil yang banyak,
mereka berjalan di tengah manusia dengan menunduk, ucapan mereka adalah
kebenaran, tidak dengan kebodohan orang-orang yang bodoh, penuh kasih
sayang, ilmu, ketakwaan,rendah hati dan nasihat dengan tingkat
keutamaan yang tinggi,
mereka menghidupkan malam mereka dengan mentaati Tuhan, dengan tilawah (Al-Qur'an), merendahkan diri (kepada-Nya) dan berdoa,
kedua pasang mata mereka mengalirkan air mata, seperti derasnya hujan yang mengguyur,
pada malam hart mereka adalah rahib-rahib, tetapi (siang hari) saat
berjihad melawan musuh, mereka adalah orang yang paling pemberani,
pada wajah-wajah mereka terdapat bekas sujud kepada Tuhan mereka, dan karenanya, semburan cahaya dirinya gemerlap menerangi
NAMA-NAMA NYANYIAN
- Nama Pertama dan Kedua: Al-Lahwu dan Lahwul Hadits
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.
Dan apabila dibacakan kepadanya (orang yang mempergunakan perkataan-perkataan yang tidak berfaedah untuk menyesatkan manusia)ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan- akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.(Qs.Luqman:6-7)
Dan apabila dibacakan kepadanya (orang yang mempergunakan perkataan-perkataan yang tidak berfaedah untuk menyesatkan manusia)ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan- akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.(Qs.Luqman:6-7)
Sebagian besar para ahli tafsir ber-pendapat, yang dimaksud dengan lahwul hadits (perkataan yang tidak berguna) adalah nyanyian, demikian seperti dikatakan oleh Ibnu Abbas menurut riwayat Sa'id bin Jubair dan Miqsam dari beliau, juga dikatakan oleh Abdullah bin Mas'ud yang diriwayatkan oleh Abi Ash-Shahba' daripadanya. Dan ini pula pendapat Mujahid dan Ikrimah (Ini adalah atsar yang baik dari mereka, lihat takhrij-nya dalam Al-Muntaqa An-Nafis, (hal. 303).
Mayoritas dalam kitab-kitab tafsir disebut-kan, makna lahwul hadits di sini adalah nyanyian, sebab ia melalaikan dari mengingat Allah." Selanjutnya beliau berkata, "Para ahli ma'ani berkata, Termasuk dalam masalah ini adalah orang yang lebih memilih kesia-siaan, nyanyian, seruling dan musik daripada Al-Qur'an, meskipun lafazhnya diungkapkan dengan kata 'syira' (membeli) yang menunjukkan pertukaran (antara dua barang), hal seperti ini banyak dijumpai dalam Al-Qur'an. Dan makna lahwul hadits di atas dikuatkan lagi oleh ucapan Qatadah tentang ayat tersebut, 'Mungkin yang demikian itu agar ia tidak menginfakkan hartanya'." Beliau juga berkata, "Cukuplah seseorang itu sesat, jika ia memilih perkataan batil daripada perkataan yang haq."
Al-Wahidi berkata, "Ayat ini dengan tafsiran seperti di atas, menun-jukkan diharamkannya nyanyian." Al-Hakim Abu Abdillah dalam bab tafsir dari kitab Al-Mustadrak berkata, "Agar para penuntut ilmu mema-hami bahwa tafsir para sahabat yang menyaksikan wahyu (Al-Qur'an) menurut Al-Bukhari dan Muslim adalah hadits musnad (yang disandar-kan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam)."
Pendapat ini, meskipun masih perlu dikaji ulang, tidak diragukan lagi menunjukkan, tafsir para sahabat lebih berhak diterima daripada tafsir orang-orang sesudah mereka. Sebab mereka lebih mengetahui yang dimaksud oleh Allah dalam Kitab-Nya, karena ia turun kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang pertama kali diseru oleh Al-Qur'an dari umat ini. Mereka menyaksikan tafsir Al-Qur'an itu lang-sung dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik secara ilmu maupun pengamalan, dan mereka adalah orang-orang Arab yang fasih bahasanya dalam arti yang sesungguhnya, maka tafsir mereka tidak bi-sa dibandingkan dengan tafsir siapa pun selama kita masih mendapati tafsir dari mereka.
Jika diketahui demikian, maka para pecandu nyanyian dan para pen-dengarnya akan mendapatkan bagian dari cercaan ini, sesuai dengan tingkat perhatian mereka terhadap nyanyian dan keberpalingan mereka dari Al-Qur'an, meskipun mereka tidak mendapatkan bagian itu seluruh-nya. Sebab ayat-ayat tersebut mengandung celaan kepada orang yang menggantikan Al-Qur'an dengan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadi-kan jalan Allah itu sebagai bahan olok-olokan. Lalu jika dibacakan Al-Qur'an kepadanya, ia akan berpaling dengan menyombongkan diri, se-akan-akan tidak mendengarnya, dan seakan terdapat sumbat di kedua telinganya (tuli), dan jika ia mengetahui sedikit daripadanya, maka dia mengolok-oloknya.
Pendapat ini, meskipun masih perlu dikaji ulang, tidak diragukan lagi menunjukkan, tafsir para sahabat lebih berhak diterima daripada tafsir orang-orang sesudah mereka. Sebab mereka lebih mengetahui yang dimaksud oleh Allah dalam Kitab-Nya, karena ia turun kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang pertama kali diseru oleh Al-Qur'an dari umat ini. Mereka menyaksikan tafsir Al-Qur'an itu lang-sung dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik secara ilmu maupun pengamalan, dan mereka adalah orang-orang Arab yang fasih bahasanya dalam arti yang sesungguhnya, maka tafsir mereka tidak bi-sa dibandingkan dengan tafsir siapa pun selama kita masih mendapati tafsir dari mereka.
Jika diketahui demikian, maka para pecandu nyanyian dan para pen-dengarnya akan mendapatkan bagian dari cercaan ini, sesuai dengan tingkat perhatian mereka terhadap nyanyian dan keberpalingan mereka dari Al-Qur'an, meskipun mereka tidak mendapatkan bagian itu seluruh-nya. Sebab ayat-ayat tersebut mengandung celaan kepada orang yang menggantikan Al-Qur'an dengan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadi-kan jalan Allah itu sebagai bahan olok-olokan. Lalu jika dibacakan Al-Qur'an kepadanya, ia akan berpaling dengan menyombongkan diri, se-akan-akan tidak mendengarnya, dan seakan terdapat sumbat di kedua telinganya (tuli), dan jika ia mengetahui sedikit daripadanya, maka dia mengolok-oloknya.
Yang jelas, hal semacam ini tidak akan terjadi kecual dari orang yang paling besar kekufurannya, meskipun sebagiannya terjadi pada para penyanyi dan para pendengarnya, mereka juga memiliki bagian dari celaan ini. Lebih jelas lagi, engkau tidak akan mendapati orang yang getol dengan soal nyanyian dan mendengarkan musik kecuali ia adalah orang yang tersesat dari jalan petunjuk, baik secara ilmu maupun amalan. Ia akan membenci mendengarkan Al-Qur'an, sebaliknya men-cintai nyanyian. Sehingga jika disodorkan padanya agar (memilih) mendengarkan nyanyian atau Al-Qur'an, maka ia akan memilih nyanyian dan berpaling dari Al-Qur'an. Baginya, mendengarkan Kitabullah itu tera-sa berat, bahkan mungkin membuatnya menghentikan pembaca Al-Qur'an atau menganggap bacaannya terlalu panjang. Sebaliknya, ia akan meminta nyanyiannya diperpanjang dan ia selalu merasa kurang dengan-nya. Jadi paling tidak, ia akan mendapatkan bagian yang banyak dari celaan ini, meskipun tidak semuanya.
Berbicara dalam masalah ini tentu harus dengan orang yang di dalam hatinya masih ada sedikit kehidupan. Adapun dengan orang yang hatinya telah mati, telah demikian besar fitnah yang menimpanya, maka hati seperti itu telah menghalangi dirinya dari jalan nasihat
"Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak men-sucikan hati mereka. Mereka memperoleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar." (Al-Ma'idah: 41).
Berbicara dalam masalah ini tentu harus dengan orang yang di dalam hatinya masih ada sedikit kehidupan. Adapun dengan orang yang hatinya telah mati, telah demikian besar fitnah yang menimpanya, maka hati seperti itu telah menghalangi dirinya dari jalan nasihat
"Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak men-sucikan hati mereka. Mereka memperoleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar." (Al-Ma'idah: 41).
Nama Ketiga dan Keempat: Az-Zur dan Al-Laghwu
"Dan orang-orang yang tidak menyaksikan az-zur, dan bila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehor-matan dirinya." (Al-Furqan: 72).
Muhammad bin Al-Hanafiah berkata "Az-zur di sini berarti nyanyi-an." Hal yang sama juga dikatakan oleh Laits dari Mujahid. Sedangkan laghwu secara bahasa adalah setiap yang dilupakan dan dibuang. Artinya, mereka tidak menghadiri majlis-majlis batil, dan bila mereka bertemu dengan orang-orang yang melakukan perbuatan atau perkataan sia-sia, mereka memuliakan diri mereka dengan berpaling daripadanya.
Termasuk dalam hal ini adalah hari raya-hari raya orang-orang musy-rik, nyanyian dan berbagai macam kebatilan. Demikian menurut penaf-siran salaf.
Az-Zajjaj berkata, "Mereka tidak bercengkerama dengan para ahli maksiat dan tidak berkomplot dengan mereka. Mereka lewat di hadapan-nya saja dalam keadaan mulia dan tidak rela dengan kesia-siaan, sebab mereka memuliakan diri untuk tidak masuk dalam hal tersebut, juga menjauhi dari berbaur dengan para ahlinya." Allah memuji orang yang berpaling dari kesia-siaan manakala ia mendengarnya.
Allah befirman,
Termasuk dalam hal ini adalah hari raya-hari raya orang-orang musy-rik, nyanyian dan berbagai macam kebatilan. Demikian menurut penaf-siran salaf.
Az-Zajjaj berkata, "Mereka tidak bercengkerama dengan para ahli maksiat dan tidak berkomplot dengan mereka. Mereka lewat di hadapan-nya saja dalam keadaan mulia dan tidak rela dengan kesia-siaan, sebab mereka memuliakan diri untuk tidak masuk dalam hal tersebut, juga menjauhi dari berbaur dengan para ahlinya." Allah memuji orang yang berpaling dari kesia-siaan manakala ia mendengarnya.
Allah befirman,
"Dan bila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata, 'Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu'." (Al-Qashash: 55).
Ayat ini, meskipun sebab turunnya khusus (UhalAd-Durrul Mantsur, (6/4270). tetapi maknanya umum, (Para ahli ilmu berkata, "Yang diambil adalah keumuman lafazh (ungkapan)-nya, bukan kekhususan sebabnya." Dan hal ini telah saya (al-Jauziyyah )ta'liq dalam risalah saya Hukmud Din fil Lihyah wat Tadkhin, (hal. 41). meliputi setiap orang yang mendengar sesuatu kesia-siaan lalu ia berpaling daripadanya, dan ia berkata dengan lisan atau dengan hatinya kepada kawan-kawannya, "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.( Dan ini termasuk kekhususan agama Allah yang terpenting, yakni membedakan dan memisahkan diri, karena itu Ahlus-Sunnah dan para penegak kebenaran harus mengetahuinya secara jelas, sehingga pemahaman mereka tidak rancu dan hubungan mereka antar manusia tidak terbalik
Al-batil adalah lawan al-haq, dan yang dimaksud adalah sesuatu yang tidak ada, juga sesuatu yang ada, tetapi madharat keberadaannya lebih banyak dari manfaatnya.
Termasuk hal yang pertama adalah ucapan Al-Muwahhid, "Setiap Tuhan selain Allah adalah batil." Dan termasuk hal yang kedua adalah ucapannya, "Sihir adalah batil dan kekufuran adalah batil."
Allah befirman,
"Dan katakanlah, Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.' Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (Al-tera': 81).
Termasuk hal yang pertama adalah ucapan Al-Muwahhid, "Setiap Tuhan selain Allah adalah batil." Dan termasuk hal yang kedua adalah ucapannya, "Sihir adalah batil dan kekufuran adalah batil."
Allah befirman,
"Dan katakanlah, Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.' Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (Al-tera': 81).
Jadi, al-batil itu bisa berupa sesuatu yang sama sekali tidak ada wujudnya, atau sesuatu yang ada wujudnya tetapi ia sama sekali tidak bermanfaat. Dan kekufuran, kefasikan, kemaksiatan, sihir, nyanyian dan mendengarkan nyanyian, semuanya termasuk jenis yang kedua.
Seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, "Apa yang tuan katakan tentang nyanyian?"
Beliau menjawab, "Aku tidak mengatakan haram kecuali apa yang ada di dalam Kitabullah."
Ia lalu berkata, "Jadi nyanyian halal?"
Ibnu Abbas menjawab, "Aku tidak mengatakannya demikian!" Lalu Ibnu Abbas berkata, 'Tahukah kamu jika kelak Hari Kiamat tiba, maka ada al-haq dan al-batil, lalu di tempat mana nyanyian?"
Laki-laki itu menjawab, "la bersama al-batil."
Ibnu Abbas lalu berkata, "Pergilah! Engkau telah memberi fatwa kepada dirimu sendiri!"
Demikianlah jawaban Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma tentang nyanyian orang-orang Arab yang di dalamnya tidak ada pujian kepada khamar, zina, homoseksual, sanjungan kepada para wanita bukan mah-ram, suara-suara alat musik dan menari. Sungguh, nyanyian mereka itu tidak ada hal-hal tersebut. Lalu, seandainya mereka menyaksikan nya-nyian pada masa sekarang, niscaya ia akan mengatakan sesuatu yang lebih berat dari itu, karena bahaya dan fitnahnya jauh lebih besar dari-pada bahaya dan fitnah minum khamar .
Seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, "Apa yang tuan katakan tentang nyanyian?"
Beliau menjawab, "Aku tidak mengatakan haram kecuali apa yang ada di dalam Kitabullah."
Ia lalu berkata, "Jadi nyanyian halal?"
Ibnu Abbas menjawab, "Aku tidak mengatakannya demikian!" Lalu Ibnu Abbas berkata, 'Tahukah kamu jika kelak Hari Kiamat tiba, maka ada al-haq dan al-batil, lalu di tempat mana nyanyian?"
Laki-laki itu menjawab, "la bersama al-batil."
Ibnu Abbas lalu berkata, "Pergilah! Engkau telah memberi fatwa kepada dirimu sendiri!"
Demikianlah jawaban Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma tentang nyanyian orang-orang Arab yang di dalamnya tidak ada pujian kepada khamar, zina, homoseksual, sanjungan kepada para wanita bukan mah-ram, suara-suara alat musik dan menari. Sungguh, nyanyian mereka itu tidak ada hal-hal tersebut. Lalu, seandainya mereka menyaksikan nya-nyian pada masa sekarang, niscaya ia akan mengatakan sesuatu yang lebih berat dari itu, karena bahaya dan fitnahnya jauh lebih besar dari-pada bahaya dan fitnah minum khamar .
Karena itu, adalah kebatilan di atas kebatilan jika syariat memboleh-kannya. Lalu, siapa yang mengkiaskan antara nyanyian bangsa Arab waktu itu dengan nyanyian yang ada sekarang, maka ia adalah termasuk jenis kias (analogi) riba dengan jual-beli, bangkai dengan hewan yang disembelih, serta tahlil (Tahlil yaitu perbuatan seseorang untuk menghalalkan suami yang telah menthalak ba'in istrinya tiga kali, dengan jalan menikahi bekas istrinya itu lalu mencerainya, sehingga mantan suaminya bisa menikah dengannya lagi. Perbuatan ini dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam (pen.), lihat pembahasan se-lanjutnya ) yang pelakunya dilaknat dengan nikah yang hal itu memang Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang menikah itu lebih utama daripada mengasingkan diri untuk terus-menerus beribadah sunat. Dan seandainya nikah tahlil itu dibolehkan dalam syariat, tentu ia akan menjadi lebih utama daripada qiyamul tail, dan puasa sunat, serta pelakunya tidak mungkin dilaknat
Nama Keenam dan Ketujuh: AI-Muka' dan At-Tashdiyah
Allah befirman tentang orang-orang kafir,
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu(Qs.al-Anfal:35)
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, Adh-Dhahhak, Al-Hasan dan Qata-dah berkata, "Al-muka' adalah siulan dan at-tashdiyah adalah tepuk tangan." Hal yang sama juga dikatakan oleh para ahli bahasa. Hassan bin Tsabit mencela siulan dan tepuk tangan yang dilakukan orang-orang musyrik dengan mengatakan,
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu(Qs.al-Anfal:35)
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, Adh-Dhahhak, Al-Hasan dan Qata-dah berkata, "Al-muka' adalah siulan dan at-tashdiyah adalah tepuk tangan." Hal yang sama juga dikatakan oleh para ahli bahasa. Hassan bin Tsabit mencela siulan dan tepuk tangan yang dilakukan orang-orang musyrik dengan mengatakan,
"Jika malaikat berdiri, kalian bangkit dan shalat kalian tak lain adalah siulan dan tepuk tangan belaka."
Demikian itulah perumpamaan orang-orang musyrik. Jika orang-orang Islam melakukan shalat wajib dan sunat maka mereka melakukan siulan dan tepuk tangan.
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, "Dahulu, orang-orang Quraisy berthawaf di sekeliling Ka'bah dalam keadaan telanjang, dan itu mereka lakukan sambil bersiul dan bertepuk tangan."
Ibnu Arafah dan Ibnul Anbari berkata, "Bersiul dan bertepuk tangan bukanlah shalat, (Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi dalam ta'liq-nya berkata, "Bersiul dan bertepuk tangan bukanlah shalat yang sesungguhnya, tetapi Allah menamakannya dengan shalat karena mereka melakukan keduanya dengan gerakan-gerakan yang disesuai-kan dengan irama siulan dan tepuk tangan, dan mereka meniatkan hal itu untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah mencela dan mengolok-olok mereka dan menjelaskan bahwa Dia tidak suka dengan hal tersebut, dan bahwa mereka tidak akan dibalas kecuali dengan siksa yang pedih. Hal yang sama juga terjadi pada zaman sekarang seperti yang dilakukan oleh halaqah-halaqah sufi, mereka melakukan gerakan-gerakan dan tari-tarian yang disesuaikan dengan irama siulan dan tepuk tangan. Hawa nafsu, kebodohan dan syetan mereka dari kelompok jin dan manusia memperdaya mereka bahwa itulah dzikir dan ibadah. Mahasuci Allah dari hal-hal yang demikian!" )tetapi Allah mengabarkan bahwa mereka mengganti-kan shalat yang mereka diperintahkan menegakkannya dengan bersiul dan bertepuk tangan, sehingga hal itu menyebabkan mereka mendapat-kan dosa besar. Hal ini sama dengan orang yang mengatakan kepada Anda (sementara Anda dengan dia terlibat permusuhan), 'Anda telah mengunjungiku.' Jadi orang tersebut menjadikan kekasaran Anda seba-gai bentuk menyambung silaturrahim."
Maksudnya, orang-orang yang bertepuk tangan dan bersiul dengan klarinet, seruling atau sejenisnya adalah serupa dengan orang-orang tersebut, meskipun ia hanya dalam bentuk keserupaan lahiriah, karena itu ia mendapatkan aib dan cela, sesuai dengan seberapa ia menyerupai mereka, meski tidak menyerupai dalam semua siulan dan tepuk tangan mereka
Dan Allah tidak mensyariatkan bertepuk tangan bagi laki-laki saat dibutuhkan (untuk mengingatkan imam yang lupa) ketika shalat, tetapi mereka diperintahkan agar bertasbih, supaya mereka tidak menyerupai perempuan. Lalu bagaimana jika mereka melakukan hal tersebut tanpa suatu keperluan, bahkan malahan mereka barengi dengan berbagai bentuk kemaksiatan, baik dalam ucapan maupun perbuatan?
Demikian itulah perumpamaan orang-orang musyrik. Jika orang-orang Islam melakukan shalat wajib dan sunat maka mereka melakukan siulan dan tepuk tangan.
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, "Dahulu, orang-orang Quraisy berthawaf di sekeliling Ka'bah dalam keadaan telanjang, dan itu mereka lakukan sambil bersiul dan bertepuk tangan."
Ibnu Arafah dan Ibnul Anbari berkata, "Bersiul dan bertepuk tangan bukanlah shalat, (Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi dalam ta'liq-nya berkata, "Bersiul dan bertepuk tangan bukanlah shalat yang sesungguhnya, tetapi Allah menamakannya dengan shalat karena mereka melakukan keduanya dengan gerakan-gerakan yang disesuai-kan dengan irama siulan dan tepuk tangan, dan mereka meniatkan hal itu untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah mencela dan mengolok-olok mereka dan menjelaskan bahwa Dia tidak suka dengan hal tersebut, dan bahwa mereka tidak akan dibalas kecuali dengan siksa yang pedih. Hal yang sama juga terjadi pada zaman sekarang seperti yang dilakukan oleh halaqah-halaqah sufi, mereka melakukan gerakan-gerakan dan tari-tarian yang disesuaikan dengan irama siulan dan tepuk tangan. Hawa nafsu, kebodohan dan syetan mereka dari kelompok jin dan manusia memperdaya mereka bahwa itulah dzikir dan ibadah. Mahasuci Allah dari hal-hal yang demikian!" )tetapi Allah mengabarkan bahwa mereka mengganti-kan shalat yang mereka diperintahkan menegakkannya dengan bersiul dan bertepuk tangan, sehingga hal itu menyebabkan mereka mendapat-kan dosa besar. Hal ini sama dengan orang yang mengatakan kepada Anda (sementara Anda dengan dia terlibat permusuhan), 'Anda telah mengunjungiku.' Jadi orang tersebut menjadikan kekasaran Anda seba-gai bentuk menyambung silaturrahim."
Maksudnya, orang-orang yang bertepuk tangan dan bersiul dengan klarinet, seruling atau sejenisnya adalah serupa dengan orang-orang tersebut, meskipun ia hanya dalam bentuk keserupaan lahiriah, karena itu ia mendapatkan aib dan cela, sesuai dengan seberapa ia menyerupai mereka, meski tidak menyerupai dalam semua siulan dan tepuk tangan mereka
Dan Allah tidak mensyariatkan bertepuk tangan bagi laki-laki saat dibutuhkan (untuk mengingatkan imam yang lupa) ketika shalat, tetapi mereka diperintahkan agar bertasbih, supaya mereka tidak menyerupai perempuan. Lalu bagaimana jika mereka melakukan hal tersebut tanpa suatu keperluan, bahkan malahan mereka barengi dengan berbagai bentuk kemaksiatan, baik dalam ucapan maupun perbuatan?
Ia adalah nama yang sesuai dengan hakikatnya. Tidak ada ruqyah (mantera) bagi zina yang lebih hebat pengaruhnya daripada nyanyian dan lagu. Nama ini dikenal dari Al-Fudhail bin Iyadh, di mana beliau berkata, "Nyanyian adalah ruqyatuz-zina (manteranya zina)."
Yazid bin Al-Walid berkata, "Wahai Bani Umayyah! Waspadalah kali-an dari nyanyian, karena ia bisa mengurangi rasa malu, menghancurkan kepribadian, dan ia adalah pengganti khamar, sehingga membuat orang berbuat seperti orang mabuk, jika engkau terpaksa harus melakukannya maka jauhilah wanita, karena nyanyian mendorong kepada zina."
Muhammad bin Al-Fadhl Al-Azdi berkata, "Suatu kali Al-Huthai'ah bersama seorang puterinya menginap di suatu rumah orang Arab gu-nung. Ketika malam telah larut, ia mendengar suara nyanyian, maka ia pun berkata kepada pemilik rumah, 'Hentikan nyanyian itu!' Pemilik rumah pun terperanjat, 'Kenapa engkau membenci nyanyian?' Al-Huthai'ah menjawab, 'Nyanyian adalah pendorong kepada perbuatan keji, dan aku tidak suka jika puteriku mendengarnya. Hentikan nyanyian itu, jika tidak aku akan keluar dari rumahmu sekarang juga!"
Jika seorang penyair yang lisannya terkenal di seantero Arab sering mengeluarkan olok-olokan takut dari akibat nyanyian dan takut kalau-kalau mantera itu mengenai puterinya, maka bagaimana pula halnya dengan yang lain?
Tidak syak lagi, setiap orang yang memiliki ghirah agama akan men-jauhkan keluarganya dari mendengarkan nyanyian, sebagaimana ia menjauhkan mereka dari sebab-sebab keraguan, dan barangsiapa mem-beri kelonggaran kepada keluarganya untuk mendengarkan nyanyian, maka dia lebih mengetahui tentang dosa apa yang bakal dipikulnya.
Demi Allah, berapa banyak remaja-remaja puteri polos yang karena nyanyian kemudian menjadi para pelacur? Berapa banyak orang-orang merdeka karena nyanyian lalu menjadi hamba bagi nafsu anak-anak? Berapa banyak orang-orang yang memiliki ghirah agama tinggi, lalu ia mengganti namanya dengan nama jelek dari nama-nama yang telanjang? Berapa banyak orang-orang kaya karena nyanyian menjadi orang-orang jelata? Berapa banyak orang yang dimaklumi kesalahannya, lalu dia ber-gumul dengan nyanyian, maka ia terkena berbagai macam fitnah? Dan berapa banyak nyanyian menjadikan orang yang mencintainya bersim-bah kesedihan dan derita? Berapa banyak nyanyian membuat kerong-kongan tersendat, menyebabkan terbuangnya nikmat dan hadirnya sik-sa? Berapa banyak nyanyian menyembunyikan kepada pelakunya ber-bagai kepedihan yang menanti, serta kesedihan dan kepiluan yang akan datang?
Yazid bin Al-Walid berkata, "Wahai Bani Umayyah! Waspadalah kali-an dari nyanyian, karena ia bisa mengurangi rasa malu, menghancurkan kepribadian, dan ia adalah pengganti khamar, sehingga membuat orang berbuat seperti orang mabuk, jika engkau terpaksa harus melakukannya maka jauhilah wanita, karena nyanyian mendorong kepada zina."
Muhammad bin Al-Fadhl Al-Azdi berkata, "Suatu kali Al-Huthai'ah bersama seorang puterinya menginap di suatu rumah orang Arab gu-nung. Ketika malam telah larut, ia mendengar suara nyanyian, maka ia pun berkata kepada pemilik rumah, 'Hentikan nyanyian itu!' Pemilik rumah pun terperanjat, 'Kenapa engkau membenci nyanyian?' Al-Huthai'ah menjawab, 'Nyanyian adalah pendorong kepada perbuatan keji, dan aku tidak suka jika puteriku mendengarnya. Hentikan nyanyian itu, jika tidak aku akan keluar dari rumahmu sekarang juga!"
Jika seorang penyair yang lisannya terkenal di seantero Arab sering mengeluarkan olok-olokan takut dari akibat nyanyian dan takut kalau-kalau mantera itu mengenai puterinya, maka bagaimana pula halnya dengan yang lain?
Tidak syak lagi, setiap orang yang memiliki ghirah agama akan men-jauhkan keluarganya dari mendengarkan nyanyian, sebagaimana ia menjauhkan mereka dari sebab-sebab keraguan, dan barangsiapa mem-beri kelonggaran kepada keluarganya untuk mendengarkan nyanyian, maka dia lebih mengetahui tentang dosa apa yang bakal dipikulnya.
Demi Allah, berapa banyak remaja-remaja puteri polos yang karena nyanyian kemudian menjadi para pelacur? Berapa banyak orang-orang merdeka karena nyanyian lalu menjadi hamba bagi nafsu anak-anak? Berapa banyak orang-orang yang memiliki ghirah agama tinggi, lalu ia mengganti namanya dengan nama jelek dari nama-nama yang telanjang? Berapa banyak orang-orang kaya karena nyanyian menjadi orang-orang jelata? Berapa banyak orang yang dimaklumi kesalahannya, lalu dia ber-gumul dengan nyanyian, maka ia terkena berbagai macam fitnah? Dan berapa banyak nyanyian menjadikan orang yang mencintainya bersim-bah kesedihan dan derita? Berapa banyak nyanyian membuat kerong-kongan tersendat, menyebabkan terbuangnya nikmat dan hadirnya sik-sa? Berapa banyak nyanyian menyembunyikan kepada pelakunya ber-bagai kepedihan yang menanti, serta kesedihan dan kepiluan yang akan datang?
Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata, "Nyanyian bisa menum-buhkan nifaq di hati sebagaimana air bisa menumbuhkan tumbuh-tumbuhan."
Jika ditanyakan, "Bagaimana nyanyian bisa menumbuhkan nifaq da-lam had, di antara maksiat-maksiat yang lain?" Jawabnya adalah ini me-nunjukkan pemahaman para sahabat tentang keadaan dan perbuatan hati, juga pengetahuan mereka tentang penyakit dan obat hati, dan bah-wa mereka adalah para dokter hati, bukan orang-orang yang mengobati hati dengan sesuatu yang justru memperparah penyakitnya. Orang-orang semacam itu adalah seperti orang yang mengobati sakit dengan racun yang mematikan.
Demikianlah, mereka meracik obat-obatan, dan sebagian dokter menyepakatinya, tetapi yang terjadi orang-orang sakit semakin banyak, timbul penyakit kronis dan menahun yang tidak pernah terjadi di kala-ngan kaum salaf. Orang tak mau lagi berobat dengan obat yang bermanfa-at, yang dibuatkan syariat, sebaliknya mereka berobat dengan sesuatu yang justru memperparah sakitnya, sehingga ujian semakin berat dan menumpuk, rumah-rumah, jalan-jalan dan pasar-pasar penuh dengan orang-orang sakit, dan orang-orang bodoh berusaha mengobati para pasien.( Demikianlah kondisi yang ada sekarang, orang-orang banyak mengaku membawa bendera dakwah padahal bukan ahlinya, karena tamak untuk memimpin, cinta kedudukan dan kegilaannya kepada nama harum dan ketenaran ).
Ketahuilah, nyanyian memiliki kekhususan yang mempengaruhi celupan had dengan nifaq dan menumbuhkannya sebagaimana tumbuh-tumbuhan tumbuh dengan air.
Di antara kekhususan nyanyian itu adalah ia melengahkan hati dan memalingkannya dari memahami, merenungkan dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur'an. Al-Qur'an dan nyanyian tak akan pernah bisa bersatu. selamanya dalam sebuah hati, keduanya selalu kontradiksi. Sebab Al-Qur'an melarang dari mengikuti hawa nafsu, memerintahkan 'if/ah, men-jauhi syahwat dan sebab-sebab kesesatan serta melarang dari mengikuti langkah-langkah syetan. Sebaliknya nyanyian memerintahkan lawan dari semua itu, menganggapnya baik, membakar nafsu untuk menikmati syahwat kesesatan sehingga menggerakkan hatinya agar melakukan berbagai bentuk keburukan dan mendorongnya berbuat segala yang dirasa manis dan nikmat
Jika engkau melihat seorang yang memiliki kepribadian luhur dan akal yang cerdas, memiliki kecemerlangan iman, kewibawaan Islam serta manisnya Al-Qur'an, manakala ia mendengarkan nyanyian dan hati-nya condong kepadanya maka yang terjadi adalah akalnya menjadi pan-dir, malunya berkurang, kepribadiannya hilang, dan ia pun ditinggalkan kecerdasannya, kewibawaannya dan syetan menjadi bergembira karena-nya. Sehingga imannya mengadu kepada Allah Ta'ala, Al-Qur'an menjadi berat baginya, Al-Qur'an itu pun mengadu,"Wahai Tuhanku! Jangan Eng-kau satukan antara aku dengan qur'an musuhmu dalam satu had." Lalu ia menganggap baik apa yang sebelum dia mendengarkan nyanyian ia anggap buruk, ia mengeluarkan rahasia yang dulunya ia sembunyikan, kemudian berubah dari seorang yang berwibawa dan tenang menjadi orang yang banyak bicara dan dusta, banyak tingkah dan senantiasa memainkan jari-jemarinya, ia bergoyang dengan kepalanya, menggerak-kan kedua pundaknya dan menghentak-hentak bumi dengan kedua kakinya, mengetuk-ngetuk apa yang di hadapannya dengan tangannya, ia pun meloncat seperti loncatan binatang, dan berkeliling seperti ber-kelilingnya keledai sekitar penggilingan, ia bertepuk tangan seperti pe-rempuan, terkadang ia sempoyongan, berteriak histeris seperti orang gila atau mengeluh karena diliputi kesedihan yang mendalam.
Sebagian orang-orang yang mengetahui berkata, "Bagi suatu kaum, mendengarkan nyanyian bisa melahirkan nifaq, kedurhakaan, kedusta-an, kemungkaran serta toleransi tanpa batas."
Jika ditanyakan, "Bagaimana nyanyian bisa menumbuhkan nifaq da-lam had, di antara maksiat-maksiat yang lain?" Jawabnya adalah ini me-nunjukkan pemahaman para sahabat tentang keadaan dan perbuatan hati, juga pengetahuan mereka tentang penyakit dan obat hati, dan bah-wa mereka adalah para dokter hati, bukan orang-orang yang mengobati hati dengan sesuatu yang justru memperparah penyakitnya. Orang-orang semacam itu adalah seperti orang yang mengobati sakit dengan racun yang mematikan.
Demikianlah, mereka meracik obat-obatan, dan sebagian dokter menyepakatinya, tetapi yang terjadi orang-orang sakit semakin banyak, timbul penyakit kronis dan menahun yang tidak pernah terjadi di kala-ngan kaum salaf. Orang tak mau lagi berobat dengan obat yang bermanfa-at, yang dibuatkan syariat, sebaliknya mereka berobat dengan sesuatu yang justru memperparah sakitnya, sehingga ujian semakin berat dan menumpuk, rumah-rumah, jalan-jalan dan pasar-pasar penuh dengan orang-orang sakit, dan orang-orang bodoh berusaha mengobati para pasien.( Demikianlah kondisi yang ada sekarang, orang-orang banyak mengaku membawa bendera dakwah padahal bukan ahlinya, karena tamak untuk memimpin, cinta kedudukan dan kegilaannya kepada nama harum dan ketenaran ).
Ketahuilah, nyanyian memiliki kekhususan yang mempengaruhi celupan had dengan nifaq dan menumbuhkannya sebagaimana tumbuh-tumbuhan tumbuh dengan air.
Di antara kekhususan nyanyian itu adalah ia melengahkan hati dan memalingkannya dari memahami, merenungkan dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur'an. Al-Qur'an dan nyanyian tak akan pernah bisa bersatu. selamanya dalam sebuah hati, keduanya selalu kontradiksi. Sebab Al-Qur'an melarang dari mengikuti hawa nafsu, memerintahkan 'if/ah, men-jauhi syahwat dan sebab-sebab kesesatan serta melarang dari mengikuti langkah-langkah syetan. Sebaliknya nyanyian memerintahkan lawan dari semua itu, menganggapnya baik, membakar nafsu untuk menikmati syahwat kesesatan sehingga menggerakkan hatinya agar melakukan berbagai bentuk keburukan dan mendorongnya berbuat segala yang dirasa manis dan nikmat
Jika engkau melihat seorang yang memiliki kepribadian luhur dan akal yang cerdas, memiliki kecemerlangan iman, kewibawaan Islam serta manisnya Al-Qur'an, manakala ia mendengarkan nyanyian dan hati-nya condong kepadanya maka yang terjadi adalah akalnya menjadi pan-dir, malunya berkurang, kepribadiannya hilang, dan ia pun ditinggalkan kecerdasannya, kewibawaannya dan syetan menjadi bergembira karena-nya. Sehingga imannya mengadu kepada Allah Ta'ala, Al-Qur'an menjadi berat baginya, Al-Qur'an itu pun mengadu,"Wahai Tuhanku! Jangan Eng-kau satukan antara aku dengan qur'an musuhmu dalam satu had." Lalu ia menganggap baik apa yang sebelum dia mendengarkan nyanyian ia anggap buruk, ia mengeluarkan rahasia yang dulunya ia sembunyikan, kemudian berubah dari seorang yang berwibawa dan tenang menjadi orang yang banyak bicara dan dusta, banyak tingkah dan senantiasa memainkan jari-jemarinya, ia bergoyang dengan kepalanya, menggerak-kan kedua pundaknya dan menghentak-hentak bumi dengan kedua kakinya, mengetuk-ngetuk apa yang di hadapannya dengan tangannya, ia pun meloncat seperti loncatan binatang, dan berkeliling seperti ber-kelilingnya keledai sekitar penggilingan, ia bertepuk tangan seperti pe-rempuan, terkadang ia sempoyongan, berteriak histeris seperti orang gila atau mengeluh karena diliputi kesedihan yang mendalam.
Sebagian orang-orang yang mengetahui berkata, "Bagi suatu kaum, mendengarkan nyanyian bisa melahirkan nifaq, kedurhakaan, kedusta-an, kemungkaran serta toleransi tanpa batas."
Inti masalah ini adalah bahwa dasar nifaq adalah berbedanya antara yang lahir dengan yang batin, sedangkan orang yang suka nyanyian ada di antara dua hal:
Pertama, ia benar-benar merusak sehingga menjadikannya sebagai seorang pendosa tulen. Kedua, ia menampakkan ibadah secara lahiriah, sehingga ia seorang munafik. la menampakkan kecintaan kepada Allah dan hari akhirat, sedangkan hatinya mendidih dengan berbagai syahwat dan kecintaan terhadap apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya dari ber-bagai suara alat musik, dan apa yang diakibatkan dan dikobarkan akibat nyanyian. Hatinya penuh dengan berbagai hal tersebut dan kosong dari apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya serta kosong dari membenci apa yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan ini adalah nifaq yang murni.
Selain itu, iman adalah ucapan dan perbuatan, berkata benar dan mengamalkan ketaatan. Dan ini bisa tumbuh dengan dzikir serta raera-baca Al-Qur"an. Sedangkan nifaq adalah ucapan yang batil dan melakukan kesesatan, dan ini tumbuh dengan nyanyian.
Juga, termasuk tanda-tanda nifaq adalah dzikir yang sedikit, malas ketika melakukan shalat, shalat dengan tergesa-gesa, dan hampir tidak engkau dapati orang yang kecanduan nyanyian kecuali dia keadaannya seperti ini.
Juga, dasar nifaq adalah dusta dan nyanyian termasuk syair yang paling dusta, karena ia menganggap baik apa yang buruk, menghiasinya dan memerintahkan kepadanya, sebaliknya ia menganggap buruk apa yang baik dan merekayasa agar orang tidak menyukainya, dan itulah hakikat nifaq.
Juga, nifaq adalah penipuan, makar dan kelicikan, sedangkan nya-nyian dibangun atas dasar itu.
Jadi, nyanyian bisa merusak hati, dan jika hati telah rusak maka nifaq merajalela di dalamnya. Pada kesimpulannya, jika orang yang ber-akal merenungkan keadaan orang-orang yang menyukai nyanyian dan keadaan orang-orang yang ahli dzikir dan Al-Qur'an, niscaya dia menge-tahui kecerdasan dan kedalaman pemahaman para sahabat tentang penyakit dan obat hati. Wabillahit-tauftq..
0 komentar:
Posting Komentar