KHAWARIJ
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Mereka adalah orang-orang yang memberontak terhadap pemerintah di akhir masa kepemimpinan ‘Utsman bin ‘Affan Radhiallohu’anh yang mengakibatkan terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan . Kemudian di masa kepemimpinan ‘Ali bin Abu Thalib Radhiallohu’anh , keadaan mereka semakin buruk. Mereka keluar dari ketaatan terhadap ‘Ali bin Abu Thalib Radhiallohu’anh, mengkafirkannya, dan mengkafirkan para shahabat. Ini disebabkan para shahabat tidak menyetujui madzhab mereka. Dan mereka menghukumi siapa saja yang menyelisihi madzhab mereka dengan hukuman kafir. Akhirnya mereka pun mengkafirkan makhluk-makhluk pilihan yaitu para shahabat Rasulullah .” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31)
Cikal bakal mereka telah ada sejak jaman Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallohu’anh, ia berkata: Ketika kami berada di sisi Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam dan beliau sedang membagi-bagi (harta), datanglah Dzul Khuwaisirah dari Bani Tamim, kepada beliau. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, berbuat adillah!” Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam pun bersabda: “Celakalah engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.”
Maka ‘Umar bin Al- Khaththab Radhiallohu’anh berkata: “Wahai Rasulullah, ijinkanlah aku untuk memenggal lehernya!” Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam berkata: “Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat dan puasa mereka, mereka selalu membaca Al Qur’an namun tidaklah melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari ar-ramiyyah, dilihat nashl-nya (besi pada ujung anak panah) maka tidak didapati bekasnya. Kemudian dilihat rishaf-nya (tempat masuknya nashl pada anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat nadhiy-nya (batang anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat qudzadz-nya (bulu-bulu yang ada pada anak panah) maka tidak didapati pula bekasnya. Anak panah itu benar-benar dengan cepat melewati lambung dan darah (hewan buruan itu). Ciri-cirinya, (di tengah-tengah mereka) ada seorang laki-laki hitam, salah satu lengannya seperti payudara wanita atau seperti potongan daging yang bergoyang-goyang, mereka akan muncul di saat terjadi perpecahan di antara kaum muslimin.”
Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallohu’anh berkata: “Aku bersaksi bahwa aku mendengarnya dari Rasulullah Shallallohu’alahi wa sallam dan aku bersaksi pula bahwa ‘Ali bin Abu Thalib Radhiallohu’anh yang memerangi mereka dan aku bersamanya. Maka ‘Ali Radhiallohu’anh memerintahkan untuk mencari seorang laki-laki (yang disifati oleh Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam, di antara mayat-mayat mereka) dan ditemukanlah ia lalu dibawa (ke hadapan ‘Ali), dan aku benar-benar melihatnya sesuai dengan ciri-ciri yang disifati oleh Rasulullah .” (Shahih, HR. Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitabuz Zakat, bab Dzikrul Khawarij wa Shifaatihim, 2/744)
Asy-Syihristani berkata: “Siapa saja yang keluar dari ketaatan terhadap pemimpin yang sah, yang telah disepakati, maka ia dinamakan Khariji (seorang Khawarij), baik keluarnya di masa shahabat terhadap Al-Khulafa Ar-Rasyidin atau terhadap pemimpin setelah mereka di masa tabi’in, dan juga terhadap pemimpin kaum muslimin di setiap masa.” (Al-Milal wan Nihal, hal. 114)
Setelah Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan terbunuh, maka orang-orang Khawarij ini bergabung dengan pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib. Dalam setiap pertempuran pun mereka selalu bersamanya. Ketika terjadi pertempuran Shiffin (tahun 38 H) antara pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib dengan pasukan shahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan dari penduduk Syam yang terjadi selama berbulan-bulan -dikarenakan ijtihad mereka masing-masing-, ditempuhlah proses tahkim (pengiriman seorang utusan dari kedua pihak guna membicarakan solusi terbaik bagi masalah yang sedang mereka alami).Orang-orang Khawarij tidak menyetujuinya, dengan alasan bahwa hukum itu hanya milik Allah dan tidak boleh berhukum kepada manusia. Demikian pula tatkala dalam naskah ajakan tahkim dari ‘Ali bin Abu Thalib termaktub: “Inilah yang diputuskan oleh Amirul Mukminin ‘Ali atas Mu’awiyah…” lalu penduduk Syam tidak setuju dengan mengatakan, “Tulislah namanya dan nama ayahnya,” (tanpa ada penyebutan Amirul Mukminin). ‘Ali pun menyetujuinya, namun orang-orang Khawarij pun mengingkari persetujuan itu.
Setelah disepakati utusan masing-masing pihak yaitu Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak ‘Ali dan ‘Amr bin Al-‘Ash dari pihak Mu’awiyah, dan disepakati pula waktu dan tempatnya (Dumatul Jandal), maka berpisahlah dua pasukan tersebut. Mu’awiyah kembali ke Syam dan ‘Ali kembali ke Kufah, sedangkan kelompok Khawarij dengan jumlah 8.000 orang atau lebih dari 10.000 orang, atau 6.000 orang, memisahkan diri dari ‘Ali dan bermarkas di daerah Harura yang tidak jauh dari Kufah.
Pimpinan mereka saat itu adalah Abdullah bin Kawwa’ Al-Yasykuri dan Syabats At-Tamimi. Maka ‘Ali mengutus shahabat Abdullah bin ‘Abbas untuk berdialog dengan mereka dan banyak dari mereka yang rujuk. Lalu , ‘Ali keluar menemui mereka, maka mereka pun akhirnya menaati ‘Ali dan ikut bersamanya ke Kufah, bersama dua orang pimpinan mereka. Kemudian mereka membuat isu bahwa ‘Ali telah bertaubat dari masalah tahkim, karena itulah mereka kembali bersamanya. Sampailah isu ini kepada ‘Ali , lalu ia berkhutbah dan mengingkarinya. Maka mereka pun saling berteriak dari bagian samping masjid (dengan mengatakan): “Tiada hukum kecuali untuk Allah.” ‘Ali pun menjawab: “Kalimat yang haq (benar) namun yang dimaukan dengannya adalah kebatilan!”
Kemudian ‘Ali berkata kepada mereka: “Hak kalian yang harus kami penuhi ada tiga: Kami tidak akan melarang kalian masuk masjid, tidak akan melarang kalian dari rizki fai’, dan tidak akan pula memulai penyerangan selama kalian tidak berbuat kerusakan.”
Secara berangsur-angsur pengikut Khawarij akhirnya keluar dari Kufah dan berkumpul di daerah Al-Madain. ‘Ali senantiasa mengirim utusan agar mereka rujuk. Namun mereka tetap bersikeras menolaknya hingga ‘Ali mau bersaksi atas kekafiran dirinya dikarenakan masalah tahkim atau bertaubat. Lalu ‘Ali mengirim utusan lagi (untuk mengingatkan mereka) namun justru utusan tersebut hendak mereka bunuh dan mereka bersepakat bahwa yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka maka dia kafir, halal darah dan keluarganya.
Aksi mereka kemudian berlanjut dalam bentuk fisik, yaitu menghadang dan membunuh siapa saja dari kaum muslimin yang melewati daerah mereka. Ketika Abdullah bin Khabbab bin Al-Art -yang saat itu menjabat sebagai salah seorang gubernur ‘Ali bin Abu Thalib - berjalan melewati daerah kekuasaan Khawarij bersama budak wanitanya yang tengah hamil, maka mereka membunuhnya dan merobek perut budak wanitanya untuk mengeluarkan anak dari perutnya.
Sampailah berita ini kepada ‘Ali , maka ia pun keluar untuk memerangi mereka bersama pasukan yang sebelumnya dipersiapkan ke Syam. Dan akhirnya mereka berhasil ditumpas di daerah Nahrawan beserta para gembong mereka seperti Abdullah bin Wahb Ar-Rasibi, Zaid bin Hishn At-Tha’i, dan Harqush bin Zuhair As-Sa’di. Tidak selamat dari mereka kecuali kurang dari 10 orang dan tidaklah terbunuh dari pasukan ‘Ali kecuali sekitar 10 orang.
Sisa-sisa Khawarij ini akhirnya bergabung dengan simpatisan madzhab mereka dan sembunyi-sembunyi semasa kepemimpinan ‘Ali , hingga salah seorang dari mereka yang bernama Abdurrahman bin Muljim berhasil membunuh ‘Ali Radhiallohu’anh yang saat itu sedang melakukan shalat Shubuh. (diringkas dari Fathul Bari karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani t, 12/296-298, dengan beberapa tambahan dari Al-Bidayah wan Nihayah, karya Al-Hafidz Ibnu Katsir, 7/281)
Samakah Musuh-musuh ‘Ali bin Abu Thalib dalam Perang Jamal dan Shiffin dengan Khawarij?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Adapun jumhur ahli ilmu, mereka membedakan antara orang-orang Khawarij dengan Ahlul Jamal dan Shiffin, serta selain mereka yang terhitung sebagai penentang dengan berdasarkan ijtihad. Inilah yang ma’ruf dari para shahabat, keseluruhan ahlul hadits, fuqaha, dan mutakallimin. Di atas pemahaman inilah, nash-nash mayoritas para imam dan pengikut mereka dari murid-murid Malik, Asy-Syafi’i, dan selain mereka.” (Majmu’ Fatawa, 35/54)
APAKAH MEREKA KAFIR?terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Sebagian besar ahli ushul dari Ahlus Sunnah berpendapat bahwasanya Khawarij adalah orang-orang fasiq, dan hukum Islam berlaku bagi mereka. Hal ini dikarenakan mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan selalu melaksanakan rukun-rukun Islam. Mereka dihukumi fasiq, karena pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin berdasarkan takwil (penafsiran) yang salah, yang akhirnya menjerumuskan mereka kepada keyakinan akan halalnya darah, dan harta orang-orang yang bertentangan dengan mereka, serta persaksian atas mereka dengan kekufuran dan kesyirikan.” (Fathul Bari, 12/314)
tapi di ANJURKAN UNTUK MEMERANGI MEREKA
Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam bersabda:
“Maka jika kalian mendapati mereka (Khawarij-pen), perangilah mereka! Karena sesunggguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/747, dari shahabat ‘Ali bin Abu Thalib ).
Beliau juga bersabda:
“Jika aku mendapati mereka (Khawarij), benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum ‘Aad.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri )
Dalam lafadz yang lain beliau bersabda:
“Jika aku mendapati mereka, benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum Tsamud.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri )
Madzhab Khawarij ini sesungguhnya terus berkembang (di dalam merusak aqidah umat) seiring dengan bergulirnya waktu. Oleh karena itu Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menasehatkan: “Wajib bagi kaum muslimin di setiap masa, jika terbukti telah mendapati madzhab yang jahat ini untuk mengatasinya dengan dakwah dan penjelasan kepada umat tentangnya. Jika mereka (Khawarij) tidak mengindahkannya, hendaknya kaum muslimin memerangi mereka dalam rangka membentengi umat dari kesesatan mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 37)
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata, madzhab mereka adalah tidak berpegang dengan As Sunnah wal Jamaah, tidak mentaati pemimpin (pemerintah kaum muslimin, pen), berkeyakinan bahwa memberontak terhadap pemerintah dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin merupakan bagian dari agama. Hal ini menyelisihi apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah r agar senantiasa mentaati pemerintah (dalam hal yang ma’ruf/ yang tidak bertentangan dengan syariat), dan menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah I dalam firman-Nya:
“Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri (pemimpin) di antara kalian.” (An-Nisa: 59)
Al-Imam Ibnu Hubairah berkata: “Memerangi Khawarij lebih utama dari memerangi orang-orang musyrikin. Hikmahnya, memerangi mereka merupakan penjagaan terhadap ‘modal’ Islam (kemurnian Islam -pen), sedangkan memerangi orang-orang musyrikin merupakan ‘pencarian laba’, dan penjagaan modal tentu lebih utama.” (Fathul Bari, 12/315)
CIRI-CIRI PAHAM KHAWARIJ
1. Berprinsip khuruj (menentang) pemerintah yang sah, tidak mau mendengar dan taat kepada mereka dalam hal kebaikan.
2. Mengkafirkan pelaku dosa besar
Beberapa ciri khas sekte Khawarij sebagaimana yang digambarkan oleh Rosullah Shallallohu’alaihi wa sallam
1. Mereka adalah kaum yang mudah mencela dan cepat menganggap sesat tindakan seseorang. Pada masa Rosullah Saw. sikap ini telah muncul pada Dzul Khuaishirah saat mencela tindakan Rosullah dalam membagikan harta Ghanimah.( HR. Bukhari :VI / 617 No. 3610, VII / 97 No. 4351,Muslim : II / 743 – 744 )
2. Mereka adalah orang yang sangat berlebihan dalam melaksanakan ibadah, rajin membaca Al Qur’an, dahi-dahi mereka hitam karena banyak bersujud, air mata mereka selalu tumpah karena banyak menangis, mereka rajin syiam sunah, namun mereka adalah orang yang jauh dari agama.Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam. menggambarkan tentang mereka bahwa merek bahwa mereka telah keluar dari agama sebagai mana keluarnya anak panah dari busurnya. ( Muslim : II / 744 No. 1064 )
3. Mereka terkenal sangat bersikap keras dan kasar terhadap kaum Muslimin. Sikap keras dan bengis mereka sampai pada tingkat perbuatan yang amat terkutuk dan tercela, yaitu menghalalkan darah mereka dan merampas harta serta melanggar kehormatanya. Namun justru sebaliknya mereka amat belas kasih dan bersikap lemah lembut kepada orang kafir (Ahlul kitab). Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam. menggambarkan tentang mereka : ”Mereka membunuh kaum Muslimin dan membiarkan para penyembah berhala“. Kasus seperti ini menimpa pada peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Khawarij terhadap Abdullah bin Khabab dan budaknya.yang tengah hamil tua. (HR.Bukrari : VI/ No. 3644, Muslim : II/ 742 No. 1064, Talbis Iblis : 93-94)
4. Mereka adalah salah satu kaum yang masih sangat muda umurnya dan memiliki akal yang buruk. Rasulullah Shallallohu’alaihi wasallam. menyebut mereka dengan kata kata “hadatsatusinin“ (umurnya masih muda) dan “safahatul hilm (memiliki akal yang buruk). Akibat dari kondisi mereka yang seperti akhirnya mereka bertindak lebih mementingkan dirinya dari pada orang lain, mendahulukan pendapat nafsunya dari pada wahyu dan sunah, meyakini bahwa diri merasa lebih benar dan berhak ketimbang imam mereka. Dan yang lebih berbahaya lagi adalah cepat mengkafirkan orang ain karena perbedaan pen-dapat yang amat remeh. (Bukhari : VI/ 618 No. 3611 dan Muslim : II/ 46 No. 1066).
5. Mereka adalah suatu kaum yang cepat memvonis kata kafir kepada setiap orang yang tidak sependapat dengan prinsip mereka. Yang demikian itu dikarenakan mereka adalah suatu kaum yang sangat lemah terhadap masalah fiqih dan tidak memiliki ilmu yang cukup dalam memahami agama. Mereka sering meletakkan nash-nash Al Qur’an dan sunah tidak pada tempatnya. Ayat yang seharusnya ditujukan pada orang–orang kafir dan ahlu kita mereka tujukan kepada kaum Muslimin. Itulah yanga dimaksud oleh nabi saw. bahwa mereka adalah kaum yang sangat rajin membaca Al Qur’an namun bacaan mereka hanya sampai pada kerongkongan mereka. Maksudnya bahwa apa yang mereka baca sama sekali
Beberapa i’tiqad kaum Khawarij yang bertentangan dengan ahlu sunah
1. Mereka mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman. Namun untuk kekhali- fahan Ustman mereka hanya mengakui sebagianya saja, selebihnya telah menganggap bahwa Ustman kafir. Terhadap khalifah Ali Bin Abi Thalib, mereka menuduh Ali dengan tuduhan melakukan dosa besar karena menerima persoalan tahkim. Bahkan ada diantara mereka yang mengkafirkan khalifah Ali.
2. Kaum Khawarij Umul Mu’minin Aishyah Radhiallohu’anh. karena ikut terlibat dalam perang jamal, demikian juga pada dua sahbat lainya yaitu Zubair bin Awam dan Thalah bin Ubaidillah. Demikian pula mereka mengkafirkan Abu Musa Al Asy’ari dan Amru bin ‘Ash dari dele-gasi dari peristiwa tahkim tersebut.
3. Mereka juga menganggap kafir semua sahabat yang terlibat dalam perang jamal dan shifin dari kelompok ‘Aisyah maupun Mu’awiyah. Karena setiap yang diperangi oleh Amirul Mu’minin yang sah adalah kafir. Demikian pendapat kaum Khawarij.
4. Mereka mengangap bahwa amal ibadah sehari–hari seperti shalat, zakat, shiam maupun lainya adalah rukun iman. Dengan demikian barang siapa yang meniggalkan salah satunya adlah afir. Wal hasil bahwa setiap dosa besar yang dilakukan oleh seorang Muslim baik berbentuk dilanggarnya suatu larangan atau ditinggalkanya suatu kewajiban, maka orang Muslim tersebut telah kafir.
5. Kaum Khawarij juga memfatwakan bahwa orang orang yang sakit dan udzur karena tua mereka tetap diwajibkan untuk ikut berperang. Jika mereka tidak ikut berperang maka mereka telah kafir.
Wallahu a’lam bish shawab.
Catatan ini di ambil dari berbagai sumber artikel.
0 komentar:
Posting Komentar