Home » » ILMU KALAM

ILMU KALAM

Sebenarnya manusia di zaman jahiliah juga kebanyakannya mengandalkan logika. Kemudian Allah menerbitkan cahaya risalah dalam kegelapan itu sebagai lentera yang terang.

Alloh berfirman:

Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.(Qs.Ibrahim:1)

Generasi pertama ummat Islam telah lewat dalam petunjuk cahaya ini, tanpa dipadamkan oleh badai hawa nafsu dan tercampur dengan kegelapan logika pikiran. Merekapun mewasiatkan orang-orang yang sesudah mereka agar tidak berpisah dengan cahaya risalah yang diperoleh dari mereka dan agar tidak keluar dari jalan mereka.

Ketika pada akhir masa generasi pertama muncullah firqoh-firqoh sesat syiah, khowarij, al-qodariyah, dan al-murjiah. Mereka ini jauh dari cahaya yang digunakan oleh generasi awal ummat ini. Namun, meskipun demikian, mereka ini tidak meninggalkan cahaya risalah itu sama sekali, bahkan mereka masih mengagungkan nas-nas al-qur’an dan as-sunnah, dan beristidlal dengannya. Keduanya masih didahulukan daripada logika dan hasil pikiran.

Mereka tidak membiarkan seorangpun dari mereka ini mempunyai logika yang menentang nas-nas wahyu. Namun kesesatan mereka itu berasal pemahaman yang jelek terhadap wahyu dan tidak mengikuti petunjuk para shohabat dan kibar tabiin sebelum mereka. Para shohabat dan kibar tabiin di setiap wilayah yang mendapati mereka ini memperingatkan tentang mereka ini dan berlepas diri dari mereka ini.

ketika telah bertambah pengikut jahmiyyah pada akhir masa tabiin, merekalah yang pertama kali menentang wahyu dengan logika. Namun mereka masih sedikit awalnya dalam keadaan terhina di sisi para imam kaum muslimin.

Orang jahmiyyah yang pertama dan guru mereka adalah Al-Ja’d bin Dirham. Dia menyembunyikan sesuatu kepada manusia karena dia adalah pengajar dan syaikhnya Marwan bin Muhammad Al-Himar (kholifah terakhir bani umayyah). Dengan ‘berkah’ gurunya ini kerajaan dan kekhalifahan Bani Umayyah sirna. Al-Ja’d menolak sifat-sifat Allah, seperti Al-Kalam dan Al-Mahabbah dan Al-Khullah. Dan akhirnya Al-Ja’d bin Dirham ini dihukum salib oleh Gubernur Iraq waktu itu yang bernama Kholid bin Abdillah Al-Qisri.
Kemudian bid’ah itu padam. Dan kaum muslimin waktu itu satu prinsip bahwa Allah di atas langit di atas ‘arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya. Allah mempunyai sifat-sifat sempurna dan mulia. Allah mempunyai sifat al-kalam, dan mengajak bicara nabi Musa. Allah juga menampakkan kepada sebuah gunung, sehingga gunung itu hancur …

Pada awal abad ke-3 Hijriah, ketika kaum muslimin dipimpin khalifah Abdullah Al-Ma`mun (dari Bani ‘Abbasiyyah). Dulunya dia mencintai berbagai bidang ilmu dan majelisnya selalu diramaikan oleh para ahli kalam dari berbagai disiplin ilmu, hingga akhirnya terpengaruh dengan sebagian mereka, dan terkondisikan untuk suka dengan hal-hal yang berbau akal-logika.

Dia pun akhirnya memerintahkan penerjemahan buku-buku sesat Yunani, dan mendatangkan para penerjemah dari berbagai negeri. Hingga terciptalah terjemahan dalam bahasa Arab. Akibatnya kaum muslimin disibukkan dengan (membaca) buku-buku sesat tersebut.

Sedangkan Al-Ma`mun sendiri, yang memprakarsai program tersebut, semakin larut dan terbawa buku-buku sesat itu hingga majelisnya pun didominasi sekumpulan Jahmiyyah (yang banyak mengandalkan akal dalam memahami agama) yang justru pada masa pemerintahan bapaknya Harun Ar-Rosyid, mereka ini merupakan buronan. Ada yang tertangkap kemudian dipenjara, dan ada pula yang dibunuh.

Orang-orang inilah yang meracuni dan membisikkan bid’ah Jahmiyyah ke telinga dan hati Al-Ma`mun, hingga dia menerima bid’ah itu dan menganggapnya sebagai kebaikan. Bahkan dia ajak manusia kepada bid’ah tersebut dan menghukum siapa saja yang tidak menyambut ajakannya.

Kemudian tak berselang lama, dia digantikan oleh Al-Mu’tashim. Dialah yang melanjutkan perbuatan Al-Makmun, bahkan dialah yang menyiksa Imam Ahmad karena tidak mau mengikuti pemikiran ini. … Begitulah seterusnya sampai dilanjutkan oleh Al-Watsiq….
(Ash-Shawa’iq Al-Mursalah, 1/148)

Begitulah ilmu kalam yang awalnya ada pada ummat Islam secara sembunyi-sembunyi, kemudian dilariskan oleh para tokoh penyesat dan penguasa, sehingga sampai sekarang sudah dianggap sebagai perkara yang tidak tabu lagi. Bahkan secara terang-terangan dijarkan di kalangan kaum muslimin, yang mengaku sebagai pendidikan tinggi agama Islam. Padahal ilmu kalam bukanlah dari Islam.

Dari keterangan di atas dapatlah diambil pelajaran yang sangat berharga bahwa buku-buku sesat sangat berbahaya bagi umat, merusak agama mereka, dan dapat menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan. Sampai-sampai Al-Makmun yang ketika itu menjabat khalifah dan sejak kecil hafal Al-Qur`an menjadi sesat akibat buku-buku sesat Yunani Kuno dan buku-buku sesat karya tokoh-tokoh Jahmiyyah di masanya.

MAKA Hati-hati dari buku ilmu kalam, ia menjadi efektif digunakan musuh-musuh Islam untuk merusak agama umat dan menyesatkan mereka dari jalan kebenaran. JUGA Hati-hati dari buku-buku sesat secara umum, karena akan merusak agama umat Islam. DAN KembaliLAH memahami agama dengan pemahaman generasi awal yang terbaik (shohabat, tabiin, dan tabiut-tabiin), serta pemahaman para ulama ahlussunnah wal jamaah –yang berpegang dengan Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman generasi awal terbaik ummat Islam.

MEREKA MENYESAL SETELAH MEMPELAJARI ILMU KALAM

Aqidah ahlussunnah dibangun di atas dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah dan prinsip yang dipegang oleh para shohabat yang mulia, semoga Allah meridhai mereka semua. Aqidah yang bersih dan sangat jelas, tidak susah dipahami dan rumit.

Beda dengan lainnya yang bersandar kepada logika akal dan menakwil dalil-dalil naql (wahyu). Dimana mereka membangun aqidah keyakinan mereka di atas ilmu kalam. Itupun akhirnya para ahli kalam menjelaskan bahaya yang ada dalam ilmu kalam. Mereka menyesal karena habis waktu mereka dengan ilmu kalam, namun tidak sampai kepada kebenaran. Ujung kesudahan mereka adalah kebingungan dan penyesalan. Di antara mereka ada yang diberi taufik untuk meninggalkan ilmu kalam dan mengikuti jalan salaf. Mereka juga mencela ilmu kalam

ABU HAMID AL-GHOZALI RAHIMAHULLOH

Abu Hamid Al-Ghozali rahimahullah termasuk dari orang-orang yang mapan menguasai ilmu kalam. Namun bersamaan dengan itu dia mencela ilmu kalam, bahkan sangat keras celaannya. Dia menjelaskan bahaya ilmu kalam, dia mengatakan dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin hal 91-92:

“Adapun bahaya ilmu kalam manthiq, yaitu akan memberikan kerancuan dan menggoyangkan aqidah, dan menghilangkan penetapan aqidah. Itulah diantara bahaya pada permulaannya. Dan kembalinya dengan dalil diragukan. Dalam hal ini orang berbeda-beda. Ini bahayanya dalam keyakinan yang benar. Dan ilmu kalam mantiq punya bahaya yang lain dalam mengokohkan keyakinan ahli bid’ah pada bid’ah dan mengokohkan keyakinan itu dalam dada-dada mereka, dimana faktor-faktor pendorongnya akan bangkit dan bertambah kuat semangat mereka di atas ilmu kalam. Namun bahaya ini dengan perantaraan fanatik yang muncul dari jidal (debat).”

Sampai dia mengatakan:

“Adapun manfaat ilmu kalam, disangka bahwa faedahnya adalah menyingkap dan mengetahui hakekat sebenar-benarnya. Jauh, jauh sekali persangkaan itu. Dalam ilmu kalam tidak ada yang memenuhi tujuan yang mulia ini. Bahkan pengacauan dan penyesatan dalam ilmu kalam itu lebih banyak daripada penyingkapan dan pengenalan hakekat. Ini jika engkau mendengarnya dari seorang muhaddits atau hasyawi. Kadang terbetik di benakmu bahwa manusia adalah musuh selama mereka tidak mengetahui. Dengarkan ini dari orang yang telah mendalami ilmu kalam, kemudian membencinya setelah mengetahui dengan sebenarnya dan sampai dengan susah payah kepada puncak derajat ahli kalam, lalu melewati hal itu menuju ilmu-ilmu yang lain yang sesuai dengan jenis ilmu kalam, kemudian yakin bahwa jalan menuju hakekat ma’rifat (pengenalan) dari sisi ini tertutup. Sungguh, ilmu kalam itu tidak memberi manfaat kepadamu untuk menyingkap, mengenalkan dan memperjelas sebagian perkara. Namun kadang-kadang dalam perkara yang jelas, hampir engkau paham sebelum engkau mendalami ilmu kalam.”

ABU ‘ABDILLAH MUHAMMAD UMAR AR-ROZI

Abu ‘Abdillah Muhammad bin Umar Ar-Rozi berkata dalam kitabnya

“Akhir dari mendahuluan akal adalah belenggu
Dan puncak usaha orang-orang yang tahu adalah kesesatan
Ruh-ruh kita liar dalam jasad-jasad kita
Dan hasil dunia kita adalah kesusahan dan bencana
Kita tak memperoleh dari pembahasan kita sepanjang umur kita
Selain kita mengumpulkan: katanya dan katanya
Betapa banyak kita melihat para tokoh dan Negara
Kemudian mereka semua binasa dan musnah
Betapa banyak gunung (ilmu kalam) yang telah didaki puncaknya
Oleh orang-orang, kemudian mereka binasa, sedang gunung itu tetap gunung

Aku telah memperhatikan berbagai metode ilmu kalam dan manhaj-manhaj ahli filsafat, namun aku memandang ia tidak bisa menyebuhkan dan memuaskan. Aku memandang jalan yang paling dekat adalah metode Al-Qur’an. Dan bacalah dalam penetapan sifat mulia untuk Allah: “Allah Yang Maha Penyayang istiwa di atas ‘Arsy”, “Dan kepada-Nya lah naik ucapan-ucapan yang baik”.

Dan bacalah dalam peniadaan:

“Tiada sesuatupun yang semisal dengan-Nya”, “Dan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” … Barangsiapa yang mengalami seperti aku, dia akan tahu seperti aku.” (Lihat Tobaqot Asy-Syafiiyah 8/96 karya As-Subki)

ASY-SYAIKH ABU ABDILLAH BIN ABDIL KARIM ASY-SYIHRISTANI

Asy-Syaikh Abu Abdillah bin Abdil Karim Asy-Syihristani, dia tidak mendapati di sisi ahli filsafat dan ahli kalam selain kebingungan dan penyesalan. Dia berkata:

“Demi umurku, sungguh aku telah mendatangi ma’had-ma’had semua
dan aku jalankan kedua mataku antara petunjuk-petunjuk itu
Namun aku tak melihat kecuali dengan meletakkan tangan orang yang bingung
Di dagu, atau menggertakkan gigi orang yang menyesal.”

ABU MA’ALI AL-JUWAINI RAHIMAHULLOH

Abul Ma’ali Al-Juwaini rahimahullah dia berkata :

“Wahai para shababat kami, janganlah kalian sibuk dengan ilmu kalam. Kalau aku dulu tahu bahwa ilmu kalam itu akan menyampaikan kepada batas yang telah aku sampai sekarang, tentu aku tidak akan menyibukkan dengannya.”

Beliau juga berkata ketika mau meninggalnya:

“Aku telah menyelami lautan besar (ilmu kalam). Aku juga meninggalkan kaum muslimin dan ilmu-ilmu mereka. Aku masuk dalam perkara yang mereka larang. Dan sekarang … jika Rabbku tidak memberikan rohmat-Nya kepadaku, maka celakalah Ibnul Juwaini… Inilah aku yang meninggal di atas keyakinan (aqidah) ibuku, atau dia berkata: di atas aqidah orang tua-orang tua Naisabur.”

Disebutkan Ibnu Abi Al-Izzi Al-Hanafi pensyarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah ketika membicarakan sekumpulan para ahli kalam dan kebingungan mereka:

“Demikian juga Al-Ghozali rahimahullah, akhir hidupnya berakhir pada sikap diam dan kebingungan dari permasalahan-permasalahan ilmu kalam. Kemudian dia berpaling dari jalan-jalan ilmu kalam itu dan menghadap kepada hadits-hasits Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian meninggal dalam keadaan Shahih Al-Bukhari ada di dadanya.”
Dan di dalam kitabnya Iljam Al-‘Awam ‘An ‘Ilm Al-Kalam, Al-Ghozali memperingatkan agar tidak sibuk dengan ilmu kalam dan mendorong untuk sibuk dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan jalan yang ditempuh para salaf sholeh. (Ar-Rodd ‘Ala Ar-Rifai hal 99)

Imam Asy-Syafii sangat keras terhadap ahli kalam sebagaimana yang telah lalu. Sampai beliau mengatakan:

“Hukumku pada ahlil kalam, mereka dipukul dengan pelepah kurma, dan dinaikkan ke unta, kemudian diarak berkeliling di kabilah-kabilah dan suku-suku, kemudian diserukan tentang mereka ‘Ini balasan orang yang meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan menghadap diri kepada Ilmu Kalam’.”
(Manaqib Asy-Syafii karya Al-Baihaqi 1/462, cet, Dar At-Turots).

Di antara ahli kalam ada yang meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan menggantinya dengan kaedah-kaedah ilmu manthiq, sampaipun dalam masalah aqidah, yang sekarang disebut ilmu tauhid, tetapi mereka menyebutnya dengan ilmu manthiq dan ilmu kalm. Oleh karena itu mereka terjatuh pada kebinasaan. Mereka sudah sesat, menyesatkan lagi. Mereka sendiri berakhir pada kebingungan, sebagaimana disaksikan oleh para pembesar mereka. Sebagian mereka ketika meninggal, meminta kesaksian para hadirin bahwa dia meninggal dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, padahal dia telah menghabiskan umurnya dalam ilmu kalam, jidal dan ilmu manthiq.

Inilah tempat kembalinya orang-orang yang berdalam-dalam. Kita berlindung kepada Allah dari hal demikian.

PERKATAAN IMAM SYAFI'I TENTANG ILMU KALAM

Imam Ahmad berkata:

“Dulu Imam Asy-Syafii jika telah dipastikan di sisinya ada satu khobar (hadits), beliau mengikutinya. Dan sebaik-baik sifat Imam Syafii adalah tidak menginginkan ilmu kalam. Beliau hanya antusias dengan ilmu fiqih.”

Imam Ahmad meriwayatkan tentang Imam Asy-Syafii:

“Seseorang menulis surat kepada Imam Asy-Syafii menanyainya tentang berdebat dengan ahli kalam dan duduk-duduk bersama mereka. Imam Syafii berkata: “Yang kami dengar dan kami dapati dari salaf (pendahulu) kami dari para ulama, bahwa mereka membenci ilmu kalam dan berdebat dengan orang-orang menyimpang. Agama itu hanyalah dalam tunduk dan berhenti kepada apa yang ada di Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak melampuinya.”

Ar-Robi’ berkata: Aku mendengar Imam Asy-Syafii berkata:

“Kalau Allah menguji seorang hamba dengan semua dosa selain menyekutukan-Nya, itu lebih baik baginya daripada al-ahwa (bid’ah, ilmu kalam).”

Ibnu ‘Abdil Hakam berkata Imam Asy-Syafii:

Kalau seorang mengetahui apa yang ada pada al-ahwa (bid’ah) dari ilmu kalam, sungguh mereka akan lari darinya sebagaimana lari dari singa.”

Imam Asy-Syafii juga berkata:

Tidak ada seorang pun jatuh dalam ilmu kalam, kemudian dia bisa beruntung.”
Al-Muzani bertanya kepada Imam Asy-Syafii tentang satu masalah dari ilmu kalam. Kemudian beliau balik bertanya: “Sedang dimana engkau?” Al-Muzani menjawab: “Di Masjid Jami di Fusthoth.” Kemudian Imam Ay-Syafii berkata: “Engkau sedang berada di Taron.” Taron adalah satu tempat di Laut Al-Qulzum, dimana hanpir tidak ada satu perahu yang selamat di sana. Kemudian Imam Asy-Syafii memberikan satu masalah fiqih kepadanya. Kemudian dia menjawabnya. Kemudian beliau memasukkan kepada Al-Muzani sesuatu yang merusak jawabannya. Kemudian Al-Muzani menjawab dengan selain itu. Kemudian beliau memasukkan sesuatu yang merusak jawabanku. Setiap kali Al-Muzani menjawab, beliau mendatangkan sesuatu yang merusak jawaban itu. Kemudian Imam Asy-Syafii berkata:
“Ini fiqih yang tentangnya ada penjelasan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta pendapat-pendapat ahul ilmi, memasukinya seperti ini, maka bagaimana dengan ilmu kalam tentang Allah, yang berdebat tentangnya kafir?”
Kemudian Al-Muzani meninggalkan ilmu kalam dan menghadap kepada ilmu fiqih.

Imam Asy-Syafii berkata:

“Kalau seseorang berwasiat dengan kitab-kitabnya kepada orang lain, dan di dalamnya ada kitab-kitab ilmu kalam, maka kitab-kitab ilmu kalam itu tidak termasuk dalam wasiat, karena itu bukanlah ilmu (yang bermanfaat.”

Imam Ahmad rahimahullah juga telah melarang melihat dan membaca kitab-kitab ahli kalam dan ahli bid’ah yang menyesatkan.

Beliau berkata dalam riwayat Al-Marrudzi:
Imam Ahmad rahimahullah juga telah melarang melihat dan membaca kitab-kitab ahli kalam dan ahli bid’ah yang menyesatkan.

Beliau berkata dalam riwayat Al-Marrudzi:
“Bukanlah aku termasuk ahli kalam. Aku tidak memandang ilmu kalam sedikitpun melainkan apa yang ada di dalam Al-Qur’an, atau hadits Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shohabatnya rodhiyallahu ‘anhum atau dari tabiin. Adapun yang selain dari itu maka berbicara tentangnya tidak terpuji.” (Diriwayatkan oleh Al-Khollal)

Beliau berkata kepada seseorang dalam riwayat Ahmad bin Ash-rom
“Hati-hatilah dari duduk-duduk dengan orang yang suka berdebat dan dengan ahli kalam.” (Diriwayatkan Abu Nashr As-Sajzi)

Dalam riwayat Ahmad bin Ashrom: Imam Ahmad rahimahullah juga berkata kepada seseorang:
“Tidak sepantasnya untuk berjidal (debat kusir), bertakwalah kepada Allah. Tidak sepantasnya engkau mendudukan dirimu dan engkau terkenal dengan ilmu kalam. Kalau hal ini baik, sungguh kita akan didahului oleh para shohabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah itu. Namun jika datang seseorang meminta bimbingan kepadamu, maka berilah bimbingan.” (Diriwayatkan Abu Nashr As-Sajzi)

Beliau berkata dalam satu riwayat Hanbal:
Wajib kamu berpegang dengan sunnah, hadits dan yang memberi manfaat kepadamu. Dan hati-hatilah kamu dari berdebat, jidal, sesungguhnya tidak akan beruntung orang yang menyukai ilmu kalam.”

Beliau juga berkata:

“Jangan engkau duduk-duduk dengan ahli kalam, dan jangan kamu mengajak bicara kepada seorang pun dari mereka.”

Beliau juga menyebutkan ahli bid’ah dan berkata:

“Aku tidak suka seseorang untuk duduk-duduk dengan mereka dan bergaul dengan mereka, dan beramah-tamah dengan mereka. Setiap orang yang menyukai ilmu kalam, akhir urusannya tidak lain kecuali kepada bid’ah, karena ilmu kalam tidak mengajak kepada kebaikan. Wajib kalian memegang sunnah-sunnah dan fikih yang kalian bisa mendapat manfaat dengannya. Tinggalkan jidal, ucapan ahli bid’ah dan orang yang suka berdebat. Kita telah mendapati para pendahulu, mereka tidak mengenal hal ini dan menjauhi ahli kalam.”

Imam Ahmad berkata dalam risalahnya kepada Musaddad, dia berkata;

Jangan engkau bermusyawarah dengan seorang pun dari ahli bid’ah dalam agamamu. Jangan temani dia dalam safar.”

Imam At-Tirmidzi berkata: Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad) berkata:
“Orang yang mengambil ilmu kalam tidak akan beruntung. Dan barangsiapa mengambil ilmu kalam, tidak bisa lepas dari menjadi jahmiyah.”

LARANGAN BERDEBAT DENGAN AHLI ILMU KALAM

sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Tidak ada satu kaum yang tersesat setelah mendapat petunjuk, melainkan karena mereka suka berjidal (debat untuk membantah).” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat: “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar. [Az-Zuhruf: 58]” (HSR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan tentang Imam Asy-Syafii rahimahullah:

Seseorang menulis surat kepada Imam Asy-Syafii menanyainya tentang berdebat dengan ahli kalam dan duduk-duduk bersama mereka. Imam Syafii berkata: “Yang kami dengar dan kami dapati dari salaf (pendahulu) kami dari para ulama, bahwa mereka membenci ilmu kalam dan berdebat dengan orang-orang menyimpang. Agama itu hanyalah dalam tunduk dan berhenti kepada apa yang ada di Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak melampuinya.”

Az-Za’faroni berkata: Aku mendengar Asy-Syafii rahimahullah berkata:

Aku tidak mendebat ahli kalam kecuali sekali. Dan setelah itupun aku beristighfar kepada Allah dari hal itu.”

Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata

“Berdebat dalam ilmu akan membuat keras hati dan mewariskan dendam.”

Perkataan Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah

Apakah setiap datang seseorang yang lebih pandai berdebat dari orang lain, kami akan meninggalkan wahyu yang diturunkan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karena perdebatannya. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlah bersabda: ‘Wajib kalian memegang teguh sunnahku’.”

Abul Muzhaffar As-Sam’ani berkata dalam Kitab Al-Intishor Li Ahlil Hadits: Imam Malik rahimahullah pernah ditanya siapa ahli bid’ah itu. Maka beliau menjawab:

“Ahli Bid’ah adalah orang-orang yang berbicara tentang Nama-Nama Allah, Sifat-Sifat-Nya, Kalamullah, Ilmu-Nya, dan Taqdir Allah, dan mereka tidak diam dari perkara yang para shohabat dan tabiin diam darinya.”

Imam Malik rahimahullah berkata:

Tidaklah jidal ini sedikitpun dari agama Islam.”

Perkataan Imam Ahmad rahimahullah

Abdus bin Malik Al-‘Aththar berkata: Aku mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata:

“Pokok-pokok aqidah menurut kami adalah berpegang teguh dengan yang dipegang oleh para shohabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meneladani mereka, serta meninggalkan bid’ah. Karena semua bid’ah itu sesat. Dan juga untuk meninggalkan percekcokan dan duduk-duduk bersama ahlul ahwa, serta meninggalkan perdebatan, jidal, dan percekcokan dalam agama … Janganlah engkau cekcok dengan seorangpun dan jangan mendebatnya.
Janganlah engkau mempelajari jidal, sesungguhnya ilmu kalam dalam aqidah seperti dalam masalah taqdir, ru’yah (melihat Allah di hari kiamat), Al-Qur’an, dan lainnya adalah dibenci dilarang. Tidaklah pelakunya walau dia mencocoki aqidah (yang benar) dengan ilmu kalamnya menjadi ahlussunnah, sampai dia meninggalkan jidal.”

Al-‘Abbas bin Ghalib Al-Warroq berkata: Aku berkata kepada Ahmad bin Hambal: Wahai Abu Abdillah, aku duduk dalam satu majlis yang tidak ada yang mengetahui sunnah selainku. Kemudian ada seorang ahli kalam ahli bid’ah berbicara, apakah aku bantah dia?” Beliau menjawab: “Jangan engkau dudukkan dirimu untuk demikian ini. Beritahu kepadanya sunnah dan jangan berdebat.” Kemudian aku mengulangi perkataanku lagi, sampai beliau berkata: “Aku tidak memandangmu kecuali seorang yang suka membantah.”

Perkataan para ulama yang lain

Al-Auza’i rahimahullah berkata:

“Wajib kamu memegang atsar salaf (yang telah mendahului), meskipun orang-orang menolakmu. Dan hati-hati kamu dari ro’yu (logika) orang-orang, meskipun orang-orang menghiasi perkataan itu untukmu. Maka hendaklah setiap orang yang ditanya dan yang mendebat hati-hati dari masuk ke dalam perkara yang menyebabkan dia diingkari oleh yang lainnya. Dan bersungguh-sungguhlah dalam ittiba’ (mengikuti) sunnah dan menjauhi perkara-perkara baru sebagaimana diperintahkan.”

Al-Auza’i rahimahullah juga pernah berkata:

“Jika Allah menginginkan kejelekan pada satu kaum, maka Allah akan membuka atas mereka jidal, dan menghalangi mereka dari beramal.”

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah -seorang tabiin- pernah ditanya: “Apakah engkau berjidal?” Dia menjawab
Aku tidak ragu dengan agamaku, (kenapa aku berjidal)?”
Seseorang (yang mau mendebat) berkata kepada Ayyub As-Sikhtiyani rahimahullah: “Bolehkah aku mengatakan kepadamu satu kata saja?” Ayyub rahimahullah menjawab.
“Tidak, dan tidak pula walaupun setengah kata.”

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. 'Ammah Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger