Home » » ASBAB NUZUL QS.AN-NUR 11-20 (Ketika Aisyah Radhiallohu'anha di FITNAH

ASBAB NUZUL QS.AN-NUR 11-20 (Ketika Aisyah Radhiallohu'anha di FITNAH

Dari Az-Zuhri bahwasanya ia berkata, "Sa'id bin Al Musayyab, Urwah bin Zubair, Alqamah bin Waqqash, dan Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud telah menceritakan kepada saya tentang hadits Aisyah Radhiallahu anha, isteri Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam , di mana saat orang-orang yang membawa berita bohong menyampaikan tuduhan buruk kepada Aisyah. Lalu Allah pun membebaskannya dari tuduhan mereka tersebut. Masing-masing mereka (Para perawi) menceritakan kepada saya sebagian dari peristiwa tersebut. Bahkan sebagian dari mereka ada yang mempunyai cerita yang lebih lengkap dan akurat mengenai kisah tersebut. Lalu saya menghimpun dari masing-masing mereka semua cerita yang disampaikan kepada saya dan ternyata cerita masing-masing mereka saling mengukuhkan. 

Mereka menceritakan bahwasanya Aisyah, isteri Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam pernah berkata, "Apabila Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam hendak bepergian, maka beliau mengundi Para isterinya. Isteri yang memenangkan undian tersebutlah yang akan diajak ikut serta oleh Rasulullah." Aisyah berkata, "Kemudian Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam mengundi kami ketika beliau hendak berangkat ke suatu pertempuran. Ternyata undian tersebut jatuh kepada saya. Akhirnya saya pun pergi bersama Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam di mana saat itu ayat tentang hijab telah diturunkan. Lalu saya menempuh perjalanan dengan mengendarai sekedup di atas unta. Setelah pertempuran selesai, Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam pun kembali pulang. 

Ketika kami mendekati Madinah (setelah beristirahat) di waktu malam, maka Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam pun menginstruksikan pemberangkatan. Dan ketika orang-orang akan berangkat, saya menyingkir dari rombongan pasukan untuk buang hajat. Setelah itu saya menuju kendaraan yang akan berangkat. Tiba-tiba saya terperanjat, ketika saya meraba dada saya ternyata kalung saya yang terbuat dari akik merjan telang hilang. Lalu saya kembali ke tempat semula untuk mencari kalung saya, hingga saya berada di tempat tersebut selama beberapa saat. Tak lama kemudian, orang-orang yang bertugas mengawal perjalanan saya datang. Lalu mereka mengangkat sekedup saya ke atas unta yang saya kendarai, karena mereka menduga bahwasanya saya sudah berada di dalam sekedup tersebut. Aisyah berkata, "Pada kala itu, mayoritas isteri-isteri Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam bertubuh kurus karena hanya memperoleh makanan yang sedikit, hingga orang-orang tidak dapat membedakan antara sekedup yang kosong dengan sekedup yang telah dikendarai oleh isteri Rasulullah ketika mereka mengangkat dan memberangkatkannya. Pada saat itu saya masih sangat muda. Akhirnya mereka memberangkatkan unta saya sambil berjalan di belakangnya. Sesaat kemudian saya menemukan kalung saya kembali setelah rombongan pasukan berangkat. Lalu saya kembali ke tempat rombongan pasukan, tetapi ternyata tidak ada seorang pun di tempat tersebut. Akhirnya saya kembali ke tempat semula dan yakin bahwasanya orang-orang yang tahu bahwa saya tertinggal di tempat semula, mereka akan kembali mencari saya. Ketika duduk di tempat tersebut, saya merasa mengantuk dan akhirnya tertidur. 

Sementara itu, Shafwan bin Mu'aththal As-Sulami, yang kemudian lebih dikenal dengan panggilan Adz-Dzakwan, adalah seorang sahabat Rasulullah dan tentara yang bertugas sebagai pengintai dan pemeriksa medan di belakang pasukan. Seperti biasa, ia pun melakukan pemeriksaan. Sesampainya di tempat saya, ia melihat bayang-bayang hitam orang yang sedang tertidur. Lalu ia mendekat dan mendatangi bayang-bayang hitam orang yang sedang tidur itu dan mengenali bahwasanya itu adalah saya yang sedang tertidur. Shafwan bin Mu'aththal memang pernah melihat saya sebelum diberlakukan hijab kepada saya. Lalu saya terbangun oleh suaranya yang mengajak saya untuk berangkat pulang, ketika ia mulai mengenali wajah saya. Maka saya segera menutup hijab pada wajah saya. 

Demi Allah, Shafwan tidak mengatakan apa-apa dan saya pun tidak mendengar ucapan apapun darinya, kecuali ucapan untuk mengajak saya pulang. Lalu ia menderumkan untanya, hingga saya dapat naik di atas punuk unta tersebut. Setelah itu, ia pun menuntun unta itu hingga kami tiba dan bergabung kembali dengan rombongan pasukan yang sedang beristirahat pada siang hari yang sangat panas.
Akhirnya orang-orang mulai ramai menuduh saya telah berbuat serong dengannya, sedangkan orang yang mempunyai andil besar dalam menyebarkan tuduhan tersebut adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.



Sesampainya di kota Madinah, saya jatuh sakit selama satu bulan, sementara orang-orang masih marak menanggapi isu yang disebarluaskan oleh para pembuat berita bohong sedangkan saya sendiri tidak merasa berbuat apa-apa. Selama masa sakit, saya merasakan kelembutan dan keakraban dari Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam tidak seperti apa yang saya rasakan sebelumnya. Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam hanya masuk ke kamar dan mengucapkan salam sambil menyapa, "Bagaimanakah keadaanmu hai Aisyah?" Itulah yang membuat saya gelisah, sedangkan saya tidak merasa berbuat salah. 

Setelah sembuh, saya keluar bersama Ummu Misthah ke tempat buang hajat dan kami tidak keluar untuk buang hajat kecuali pada malam hari. Hal itu berlangsung sebelum kami membuat tabir di dekat rumah kami. Dalam masalah buang hajat, kami mempunyai kesamaan dengan tradisi orang-orang Arab masa itu. Sebelumnya kami merasa riskan membuat tabir untuk membuang hajat di sebelah rumah kami. 

Kemudian saya dan Ummu Misthah berangkat menuju tempat buang hajat. Ummu Misthah adalah puteri Abu Ruhm bin Abdul Muththalib bin Abdul Manaf. Sedangkan ibunya adalah puteri Shakhr bin Amir, saudara perempuan Abu Bakar RA. Putera Ummu Misthah adalah Misthah bin Utsatsah bin Ubbad bin Abdul Muththalib. Setelah buang hajat, saya dan Ummu Misthah berjalan ke arah rumah saya. Tiba-tiba Ummu Misthah terpeleset karena menyandung pakaian luarnya sambil berucap, "Sialan Misthah!" Mendengar ucapannya itu saya berkata, "Jelek sekali ucapanmu itu hai Ummu Misthah! Mengapa kamu mencaci Misthah, puteramu, yang turut serta dalam perang Badar?" Ummu Misthah menjawab, "Hai Aisyah, sudah dengarkah kamu tentang apa yang diucapkan Misthah?" Saya balik bertanya, "Apa yang telah ia katakan?" 

Lalu Ummu Misthah memberitahukan kepada saya tentang ucapan orang-orang yang menyebarkan berita bohong, hingga hal itu semakin menambah parah sakit saya. Akhirnya saya pun kembali ke rumah. Tak lama kemudian Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam masuk ke kamar saya seraya mengucapkan salam dan berkata, "Bagaimanakah keadaanmu hai Aisyah?" Saya balik bertanya, "Ya Rasulullah, apakah Anda mengizinkan saya untuk mengunjungi orang tua saya?" Pada saat itu saya memang ingin memperoleh kejelasan berita dari kedua orang tua saya sendiri. Lalu Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam pun mengizinkan saya. Maka saya segera berangkat untuk mengunjungi orang tua saya. 

Sesampainya di sana, saya bertanya kepada ibu saya, "Wahai ibu, apakah yang sedang diperbincangkan orang-orang tenatang diri saya?" Ibu saya menjawab, "Hai anakku, tabahkanlah hatimu! Demi Allah, tidak ada perempuan yang baik hati dan cantik serta diperisteri oleh laki-laki yang mencintainya dan hidup dalam kesederhanaan, melainkan ia akan sering mendapat fitnah." Aisyah berkata, "Subhanallah! Jadi selama ini orang-orang tengah ramai memperbincangkan saya seperti itu?" Aisyah berkata, "Malam itu saya terus menangis sampai pagi hingga tidak ada lagi air mata yang dapat menetes. Saya tidak dapat tidur, karena saya terus menangis sampai pagi." 

Sementara itu, Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam memanggil Ali bin Abu Thalib dan Usamah bin Zaid untuk meminta pendapat dan pertimbangan dari keduanya ketika wahyu Al Qur'an lama tidak turun. Aisyah berkata, "Usamah bin Zaid memberi pertimbangan kepada Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam atas dasar apa yang ia ketahui tentang kebaikan Para isteri Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam dan cintanya kepada mereka. Usamah berkata, "Ya Rasulullah, mereka semua adalah keluarga Anda dan sepengetahuan kami mereka adalah orang-orang yang baik." Ali bin Abu Thalib berkata kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, Allah tentu tidak ingin membuat Anda susah. Sebenarnya, masih banyak wanita selain Aisyah. Jika Anda menginginkan yang masih perawan, maka Anda pun pasti akan mendapatkannya." Aisyah berkata, "Lalu Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam memanggil Barirah dan bertanya kepadanya, 'Hai Barirah, apakah kamu melihat tanda-tanda tidak baik pada diri Aisyah?' Barirah menjawab, "Demi Allah yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, sesungguhnya ia tak lebih dari seorang perempuan yang masih sangat muda yang tertidur karena kelelahan ketika membuat adonan untuk makanan suaminya. Setelah itu, datanglah seekor unta jinak yang memakan adonan tersebut."



Aisyah berkata, "Kemudian Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar. Lalu beliau mulai menolak tuduhan Abdullah bin Ubay bin Salul. Dari atas mimbar, Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam bersabda, 'Wahai kaum muslimin sekalian, sepengetahuanku, isteriku itu adalah orang baik-baik. Tetapi anehnya, orang-orang menuduh bahwasanya ada seorang laki-laki yang telah berbuat mesum dengan isteriku. Dan sepengetahuanku, laki-laki yang dituduhkannya itu pun orang baik-baik dan tidak pernah masuk ke rumah isteriku, melainkan jika ia bersamaku.' 

Sa'ad bin Muadz Al Anshari Radhiallohu’anh berdiri sambil berkata, "Ya Rasulullah, saya sangat mendukung penolakan Anda dari tuduhan Abdullah bin Ubay bin Salul itu. Ketahuilah, seandainya saja Abdullah bin Ubay itu berasal dari suku Aus, maka kami pun pasti akan menebas lehernya. Seandainya ia berasal dari suku Khazraj, maka perintahkanlah kami untuk melaksanakan perintah Anda." 

Aisyah berkata, "Tiba-tiba Sa'ad bin Ubadah Rhadhiallohu’anh, seorang pemuka suku Khazraj, berdiri. Ia adalah seorang sahabat yang shalih dan keras. Lalu Sa'ad bin Ubadah berkata kepada Sa'ad bin Muadz, 'Demi Allah, kamu bohong. Kamu pasti tidak akan mampu membunuhnya.' Kemudian Usaid bin Hudhair, saudara sepupu Sa'ad bin Muadz, berdiri dan berkata kepada Sa'ad bin Ubadah, "Kamu telah berdusta hai Sa'ad! Sungguh kami akan membunuhnya. Kamu adalah orang munafik yang berbantahan untuk membela orang-orang munafik." 

Dua suku tersebut, Aus dan Khazraj, saling bertengkar dan berbantahan hingga hampir saja saling berbunuh-bunuhan. Sementara itu, Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam tetap berdiri di atas mimbar. Beliau tidak henti-hentinya melerai mereka hingga aksi mereka mereda dan beliaupun terdiam. 

Aisyah berkata, "Saya menangis sedih seharian pada saat itu hingga air mata saya habis dan tidak dapat menetes lagi. Selain itu, saya pun tidak dapat tidur dengan tenang. Malam berikutnya, saya juga tetap menangis tanpa ada air mata yang dapat mentes lagi. Selain itu, saya pun tidak dapat tidur dengan tenang. Sementara kedua orang tua saya menduga bahwa tangisan saya itu akan dapat meredakan kesedihan di hati saya. 

Ketika kedua orang tua saya duduk di sisi saya, sementara saya masih terus menangis, tiba-tiba ada seorang perempuan Anshar yang meminta izin untuk masuk. Lalu saya pun mempersilahkannya untuk masuk dan ia pun duduk sambil ikut menangis pula." Aisyah berkata, "Ketika kami berada kondisi seperti itu, tiba-tiba Rasulullah masuk ke dalam rumah sambil mengucapkan salam. Setelah itu, beliau duduk di sisi saya. Sebelumnya, Rasulullah tidak pernah duduk di sisi saya. Tetapi, sejak saya diisukan telah berbuat mesum dan tidak ada wahyu yang turun kepada beliau selama satu bulan penuh, maka beliau pun menyempatkan diri untuk duduk di sisi saya." Kemudian Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam membaca syahadat dan setelah itu berkata kepada saya, "Wahai Aisyah, aku mendengar berita bahwasanya kamu telah berbuat yang tidak senonoh. Jika memang kamu tidak melakukannya, maka Allah pasti akan membebaskanmu dari tuduhan tersebut. Tetapi sebaliknya, jika kamu memang telah berbuat seperti itu, maka istighfar dan bertaubatlah kepada Allah. Karena, jika ada orang yang mengakui dosanya lalu ia bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya." 

Aisyah berkata, "Setelah Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam mengucapkan kata itu, maka air mata saya langsung terhenti hingga tidak ada lagi tetesan air mata yang saya rasakan. Kemudian saya berkata kepada ayah saya, 'Wahai ayah, wakilkanlah saya untuk menjawab pertanyaan Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam ! kepada saya!' Lalu ayah saya, Abu Bakar, berkata, "Demi Allah, saya tidak tahu apa yang harus saya katakan kepada Rasulullah?" Kemudian saya berkata kepada ibu saya, "Wahai ibu, wakilkanlah saya untuk menjawab pertanyaan Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam kepada saya!" Ibu saya menjawab, "Demi Allah wahai Aisyah, saya tidak tahu apa yang harus saya katakan kepada Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam ?" Lalu saya berkata kepada kedua orang tua saya, "Wahai ayah dan ibu, ketahuilah saya ini adalah seorang perempuan yang masih sangat muda dan saya belum banyak memahami Al Qur'an. Demi Allah, saya tahu bahwasanya kalian telah mendengar fitnah tentang diri saya hingga kalian terpengaruh, mengakui, dan membenarkannya. Jika saya mengatakan kepada kalian bahwasanya saya tidak pernah berbuat serong —dan hanya Allah lah yang mengetahui bahwasanya saya benar-benar tidak melakukannya— maka kalian pasti tidak akan percaya. Sebaliknya, jika saya mengatakan kepada kalian bahwasanya saya telah berbuat serong —dan hanya Allah pula yang mengetahui bahwasanya saya tidak melakukannya— maka kalian pasti akan mempercayainya. Demi Allah, apa yang dapat saya dan juga kalian berdua jadikan pedoman adalah hanya ucapan Nabi Yusuf yang berbunyi: 

...maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku dan Allah sajalah yang dapat dimohonkan pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan. Aisyah berkata, "Lalu saya membalikan badan saya dan berbaring di atas tempat tidur." 

Aisyah berkata, "Demi Allah, ketika itu saya menyadari bahwasanya saya tidak berbuat serong dan hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala lah yang akan membebaskan saya dari semua tuduhan tersebut. Namun saya tidak menduga sebelumnya bahwasanya wahyu akan diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut. Karena bagaimana pun, menurut perkiraan saya, peristiwa itu terlalu kecil untuk dimasukkan Allah Subhanahu wa Ta'ala ke dalam wahyu yang akan diturunkan. Tetapi saya tetap berharap agar Rasululiah mendapat impian yang mana dengan mimpi tersebut Allah akan membebaskan saya dari tuduhan perbuatan mesum tersebut." 

Aisyah berkata, "Demi Allah, Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam belum meninggalkan majelisnya dan tidak ada seorang pun dari keluarga beliau yang keluar hingga Allah Azza wa Jalla menurunkan wahyu kepada beliau. Ketika Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam menerima wahyu tersebut tentang hal itu, ternyata beliau menerimanya dengan amat berat hingga keringat dingin beliau sebesar biji-biji mutiara jatuh bertetesan. Padahal saat itu suhu udara sangat dingin, tetapi wahyu yang turun saat itulah yang menyebabkan Rasulullah berkeringat. 

Aisyah berkata, "Selesai menerima wahyu itu, Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam pun langsung tertawa. Kalimat pertama yang beliau ucapkan adalah, 'Bergembiralah hai Aisyah, karena Allah telah membebaskanmu dari tuduhan keji tersebut!' Ibu saya berkata kepada saya, 'Berdirilah hai Aisyah dan mendekatlah kepada Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam !' Saya menjawab, "Demi Allah, saya tak mau berdiri untuk mendekati Rasulullah. Saya tidak akan memuji kecuali kepada Allah, karena hanya Dia-lah yang membebaskan saya dari tuduhan keji tersebut.' A

Aisyah berkata, "Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan ayat: Sesungguhnya orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golonganmu juga. Janganlah kamu mengira bahwasanya berita bohong itu buruk bagimu sebanyak sepuluh ayat, yaitu surah An-Nuur: 11-20, yang diturunkan untuk menyatakan bersihnya diri saya dari tuduhan perbuatan keji tersebut. 

Aisyah berkata, "Abu Bakar berkata, 'Demi Allah, saya tidak akan bersedekah lagi kepada Misthah — di mana pada mulanya Abu Bakar sering menyantuni Misthah karena adanya hubungan kerabat dengannya dan juga karena Misthah adalah orang miskin — setelah ia menyatakan tuduhan keji kepada Aisyah, anakku ini!' 

Kemudian Allah menurunkan ayat: "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah bahwasanya mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Oleh karena itu, maafkan dan ampunilah mereka. Apakah kamu tidak ingin Allah akan mengampunimu. " Hibban bin Musa berkata, "Abdullah bin Mubarok berkata, 'Itulah ayat Al Qur'an yang paling penuh harapan." Abu Bakar berkata, "Demi Allah, tentu saya ingin jika Allah mengampuni dosa saya." Kemudian Abu Bakar mulai memberikan bantuan lagi kepada Misthah sebagaimana sebelumnya. Abu Bakar berkata, "Saya tidak akan menghentikan bantuan itu selamanya." 

Aisyah berkata, "Rasulullah Shallallohu’alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Zainab binti Jahsy, isteri Rasulullah, tentang perbuatan mesum yang dituduhkan kepada saya. 'Wahai Zainab, 'tanya Rasulullah, 'bagaimanakah hal itu menurut pendapatmu?' Zainab menjawab, "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya menjaga pendengaran dan penglihatan saya. Sejauh pengetahuan saya, Aisyah itu adalah wanita yang baik-baik." Aisyah berkata, "Zainab adalah salah seorang isteri Rasulullah SAW yang pernah bersaing dengan saya (dalam hal kasih sayang bersama Rasulullah). Lalu Allah melindunginya dengan memberinya sifat wara', tetapi saudara perempuannya yang bernama Hamnah binti Jahsy mempengaruhinya hingga ia terpengaruh oleh ucapan orang-orang yang membawa berita bohong tentang diri saya." Az-Zuhri berkata, "Demikianlah penuturan Para perawi yang disampaikan kepada kami." {Muslim 8/113-118)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. 'Ammah Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger