Home » » ILMU

ILMU

ILMU KUNCI KEBAHAGIAAN

Sesungguhnya jenis kebahagiaan yang mempengaruhi jiwa ada TIGA

• kebahagiaan yang berasal dari luar diri manusia.

Kebahagiaan ini dipinjamkan kepada manusia dari luar dirinya dan hilang apabila si pemberi pinjaman mengambilnya kembali. Inilah kebahagiaan harta dan kehidupan. Kebahagiaan dan kegembiraan semacam ini seperti kegembiraan orang botak yang bangga dengan kepala anak pamannya yang berambut banyak. Kebahagiaan ini juga seperti kebahagiaan seseorang sebab pakaian dan hiasannya.

Dikisahkan dari sebagian ulama bahwa dia menumpangi sebuah perahu bersama dengan beberapa pedagang, lalu perahu itu pecah. Oleh sebab itu, mereka menjadi hina dalam kefakiran setelah jaya dengan kekayaan. Lalu orang yang berilmu itu sampai kepada negeri itu dan dihormati. Dia dikenal dengan berbagai kelebihan dan karamah. Tatkala mereka, para pedagang, ingin kembali ke negerinya, mereka bertanya kepada orang yang berilmu itu, "Apakah engkau memiliki surat atau keperluan untuk kaummu?" Dia menjawab, "Ya, kalian katakan kepada mereka, 'Jika engkau ingin memiliki harta yang tidak tenggelam di kala perahu pecah, maka ambillah ilmu itu sebagai barang dagangan.'"

Dikisahkan pula, seorang lelaki berwibawa, yang memiliki bentuk perawakan baik dan pakaian indah berkumpul dengan seorang lelaki berilmu. Orang-orang bertanya kepada lelaki yang berilmu itu, "Bagaimana engkau melihatnya?" Dia menjawab, "Saya melihat sebuah rumah bagus, dihias indah, tapi tidak ada orang yang mendiaminya."

• kebahagiaan jasmani/fisik; seperti fisiknya sehat, seimbang, serasi antara anggota tubuhnya, kebersihan warna dan kekuatan anggota-anggota tubuh.

Kebahagiaan ini lebih erat melekat pada diri manusia daripada yang pertama. Tetapi, sebenarnya ia berada di luar zat dan hakekatnya. Sebab manusia benar-benar menjadi manusia karena ruh dan hatinya, bukan karena jasmani dan badannya sebagaimana dikatakan,

"Wahai pelayan jasmani, supaya tidak menderita dalam melayaninya, maka engkau adalah manusia dengan ruh, bukan dengan jasmani."

Penisbatan jasmani kepada ruh dan hatinya seperti penisbatan baju dan pakaian kepada badannya. Sesungguhnya badan itu dipinjamkan kepada ruh dan alat baginya. Badan adalah kendaraan ruh. Karena itu, kebahagiaan manusia atas kesehatan, keindahan, dan kebaikannya adalah bentuk kebahagiaan eksternal/luar diri.

• kebahagiaan hakiki, yaitu kebahagiaan jiwa, ruhani dan hati.

Itulah kebahagiaan ilmu yang buahnya berguna. Hanya ilmu seperti itu yang akan kekal dalam segala perubahan dan keadaan. Hanya itu yang akan senantiasa menyertai hamba dalam segala perjalanan dan tiga fasenya, yaitu fase dunia, alam barzakh, dan tempat kekekalan (akhirat). Dengan kebahagiaan inilah, manusia menapaki tangga-tangga keutamaan dan tingkatan-tingkatan kesempurnaan.

Jenis kebahagiaan pertama hanya akan menyertainya di wilayah mana ada harta dan jabatan. Sedangkan yang kedua, pasti hilang dan berganti sejalan dengan berkurang dan melemahnya kondisi penciptaan. Jadi sebenarnya tidak ada kebahagiaan kecuali dalam jenis kebahagiaan yang ketiga dimana ia semakin lama semakin tinggi dan kuat. Apabila harta dan jabatan hilang, maka kebahagiaan ketiga ini adalah harta dan kebanggaan hamba yang akan nampak kekuatan dan pengaruhnya sesudah ruh berpisah dengan badan. Dengan demikian, terputus pulalah dua jenis kebahagiaan pertama.
Kebahagiaan hakiki seperti ini tidak ada yang mengetahui nilai dan yang mendorong untuk mencarinya kecuali ilmu tentang itu. Jadi, lagi-lagi semua kebahagiaan kembali kepada ilmu dan apa yang dituntutnya. Allah akan memberi kepada siapa saja yang dikehendaki. Tidak ada yang dapat menghalangi pemberian-Nya dan tidak ada pula yang mampu memberikan apa yang dihalangi-Nya.

Tetapi, sebagian besar makhluk tidak mau mengusahakan dan memperoleh jenis kebahagiaan ini karena jalannya susah, pahit, dan melelahkan. Kebahagiaan ini hanya bisa diperoleh dengan kerja keras. Kondisinya jauh berbeda dengan dua jenis yang pertama. Karena kedua jenis kenikmatan itu merupakan nasib dan keberuntungan yang bisa didapat tanpa harus mencarinya. Seperti harta warisan, pemberian atau yang lain. Sedangkan kebahagiaan ilmu, tidak ada yang akan memberikan kepadamu kecuali dengan kerja keras, kesungguhan dalam mencari, dan kebenaran niat. Seseorang telah berkata dengan sangat baik dalam hal ini,

"Katakanlah kepada orang yang mengharapkan ketinggian dari segala sesuatu, tanpa bekerja keras, maka engkau mengharapkan kemustahilan."

Dan yang lain berkata,

"Seandainya bukan karena kesusahan, maka semua manusia menjadi jaya/ kaya
kedermawanan menjadi langka dan keberanian berarti perang."

Barangsiapa yang memiliki obsesi tentang hal-hal tinggi ini, maka dia wajib mencintai jalan-jalan agama. Inilah kebahagiaan yang hakiki; meskipun tak pernah lepas dari kesulitan, kebencian, dan siksaan. Apabila jiwa dipaksakan dan digiring dalam keadaan patuh serta sabar terhadap berbagai cobaan yang ada, maka kekerasan ini niscaya akan membawa menusia menuju taman yang indah, tempat kebenaran dan tempat mulia. Kenikmatan apa pun kalau belum sampai pada kenikmatan seperti ini hanyalah ibarat kenikmatan anak-anak yang bermain dengan mainannya. Bandingkan kenikmatan anak ini dengan kenikmatan 'hakiki' seorang raja! Maka, saat itu keadaan pemilik kebahagiaan ini menjadi sebagaimana dikatakan,

"Dan aku pernah mengira, aku telah sampai ke puncak cinta sehingga aku tidak mendapat tempat pergi lagi sesudah itu,
Namun ketika kami bertemu dan melihat kebaikannya dengan mata kepala, saya yakin bahwa saya sebenarnya hanya bermain."

Jadi, kemuliaan itu penuh dengan perjuangan dan hal-hal yang dibenci. Kebahagiaan hanya bisa didapat setelah melalui jembatan kesulitan. Anda tidak akan menyelesaikan jarak perjalanan ke sana kecuali dengan perahu kesungguhan dan kerja keras. Muslim berkata dalam kitab Shahihnya bahwa Yahya bin Abu Katsir berkata,"Ilmu tidak dapat diperoleh dengan jasmani yang santai." Dan dikatakan pula, "Barangsiapa yang mendambakan hidup santai (di akhirat), maka dia harus meninggalkan hidup santai (di dunia)."
"Renungkanlah, bagaimana seorang kekasih tiba kepada-Nya, tanpa ada kesulitan di jalan sama sekali."

Seandainya bukan karena ketidaktahuan sebagian besar orang akan manisnya kenikmatan dan kebesaran nilainya, maka kamu akan dapati mereka merebutkan hal itu dengan pedang. Tapi, kebahagiaan ini diliputi oleh penghalang yang berupa hal-hal yang tidak menyenangkan, dan orang-orang itu pun dihijab dengan hijab kebodohan—supaya Allah dapat mengkhususkannya kepada siapa saja yang dikehendaki Allah. Allah Maha Memiliki keutamaan dan keagungan.

*sumber KUNCI KEBAHAGIAAN terjemahan dari Miftah Dar as-Sa'adah wa Mansyur Wilayah al-'Hm wa al-Iradah. Inilah kitab kita sekarang ini. Ibnu Qayyim menyebutnya dalam mukadimah dengan judul Miftah Dar as-Sa 'adah wa Mansyur Wilayah AM al- 'Urn wa al-Iradah.IBNUL QOYYIM AL-JAUZIYYAH.

ADAB SEORANG THOLABUL'ILMI TERHADAP DIRINYA SENDIRI

JADILAH seorang salafi sejati dg cara mengikuti jalan yg di tempuh para salafush sholeh dari kalangan para sahabat,serta orang-orang setelah mereka yg mengikuti jejak mereka dlm semua masalah agama mulai dari masalah tauhid ,ibadah dan selainnya.Tetap konsisiten untuk mengikuti Sunnah Rosululloh dan merealisasikannya dalam kehidupanmu dan jauhilah perdebatan,mempelajari ilmu kalam (filsafat) serta segala hal yang mendatangkan dosa dan menjauhkan dari syari'at Alloh ta'ala.

• Hiasilah dirimu dengan rasa takut kepada Alloh secara lahir dan batin,dg senantiasa menjaga syari'at Islam dan menampakkan serta menyebarkan sunnah dg cara mengamalkan dan menda'wahkan serta menunjukkan jalan menuju Alloh dg ilmu ,Ahlak dan amalmu,juga bersikap dewasa dan jantan namun penuh toleransi dan ahlak mulia .Imam Ahmad mengatakan "Inti Ilmu adalah rasa takut kepada Alloh.

• Hiasilah dirimu dengan merasa di awasi Alloh ta'ala baik dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan.Berjalanlah menuju Robbmu dg rasa takut dan penuh harap , karena bagi seorg muslim keduanya bagai sepasang sayap burung ,hadapkan dirimu semuanya kpd Alloh,penuhilah hatimu dg rasa cinta kpd-Nya dan lisanmu dg selalu berdzikir kpd-Nya serta selalu gembira ,senang,suka,dg semua hukum dan hikmahnya.



• Hiasilah dirimu dg etika-etika jiwa (hati) ,berupa menjaga kehormatan diri,santun,sabar,rendah hati,dlm menerimah kebenaran ,berperilaku tenang,dg sikap yg berwibawa,teguh serta tawadhu' juga mampu menanggung beban berat selama belajar demi memperoleh kemuliaan ilmu serta bersedia tunduk kpd kebenaran.

• Hiasilah dirimu dengan keindahan ilmu berupa bagusnya budi pekerti , ahlak yang baik dengan selalu bersikap tenang ,berwibawah,khusyu’,tawadhu’dan senantiasa bersikap istiqomah secara lahir maupun batin ,serta tidak melakukan segala yang merusaknya.

Dahulu para ulama’ mempelajari budi pekerti sebagaimana mereka mempelajari ilmu.

Ada sebuah pepatah “Barang siapa yang banyak melakukan sesuatu maka dia akan di kenal dengannya .maka hendaklah di hindari sesuatu yang sia-sia baik ucapan maupun perbuatan seperti tertawa terbahak-bahak ,suka senda gurau terutama bial berada di tengah-tengah khalayak ramai, adapun jika di antara temen-teman saja maka masalahnya lebih ringan, namun jika berada di khalayak umum hindarilah jangan sampai berbuat sesuatu yang bisa menghinakan dirimu sendiri karena bisa menghilangkan kewibawaanmu di hadapan orang lain.

• Hiasilah dirimu dengan muru’ah serta segala sesuatu yang bisa membawamu kepada muru’ah dengan selalu berahlak mulia ,berwajah manis saat bertemu,menyebarkan salam ,tegas tanpa sombong , gagah berani tanpa kediktatoran,bersikap ksatria tanpa harus fanatik golongan dan punya semangat menggelora tanpa harus seprti orang-orang Jahiliyyah.

Ahlak yamg mulia adalah manakala seseorang mampu bersikap toleran sekaligus bisa tegas pada saat yang tepat.Syare’at Islam bersikap moderat antara sikap toleran yang mungkin berdampak lenyapnya hak , dan tegas yang kadang – kadang bisa membawa pada kezhaliman.
Maka hindarilah hal-hal yang dapat merusak kehormatan baik dalam watak (perangai) , perkataan,perbuatan dan juga sikap yang rendah dan jelek lainnya seperti ujub (berbangga diri),riya’ , sombong, takabbur, meremehklan orang lain , serta mengunjungi tempat-tempat yang kotor penuh meragukan.

Bahwa orang yang baru memakai celak mata tidak seperti orang yang sudah terbiasa memakainya.Juga orang yang memaksakan suatu perangai tidak seperti yang sudah jadi kebiasaan.Akan tetapi jika seseorang selalu berusaha rutin untuk melakukan sesuatu , meskipun pada dasarnya sifat itu adalah suatu pembawaan pada setiap orang namun jika dia selalu berusaha mewujudkan ahlak tertentu meskipun hal itu akan sulit sekali namun dengan usaha yang kontinyu akan bisa berubah sedikit demi sedikit .Betapa kita sering mendengar seseoarang yang tidak pernah menuntut ilmu , atau seorang pelajar yang ahlaknya jelek , kemudian tatkala Alloh Ta’ala menganugerahkan ilmu kepadanya dan juga hidayah-Nya , akhirnya dia berubah menjadi baik, karena dia senntiasa melatih dirinya dengan ahlak yang baik sehingga ia berhasil menjadikan dirinya memiliki perangai dan naluri yang baik.


• Milikilah sifat ksatria , berupa keberanian ,tegas dalam mengatakan kebenaran , berahlak mulia , berkorban demi kebaikan ,agar engkau di segani oleh orang lain , dan jauhilah sifat-sifat yang sebaliknya berubah tidak tabah , tidak sabar ,tidak bermoral.karena itu akan menghancurkan ilmu dan menyebabkan lisanmu tidak mau mengatakan kebenaran , yang berakibat pada pertikaian pada saat tersebarnya racun-racun di antara hamba Alloh yang sholih.

Berfikir harus di dahulukan sebelum keberanian para ksatria .
Yang pertama adalah berfikir dahulu baru baru yang kedua mengambil sikap berani .
Apabila ke dua sifat ini ada pada seseorang yang merdeka .
Maka akan bisa mencapai cita-cita yang tertinggi.

• Janganlah terus-menerus hanyut dalam kemewaan dan kelezatan karena kesederhanaan termasuk sebagian dari Iman dan ambilah wasiat dari Amirul mu’minin Umar bin al-Khaththab dalam suratnya yang termashur , di dalamnya tertulis “Jauhilah oleh kalian hanyut dalam kemewaan dan senang berhias dengan mode orang asing , bersikaplah dewasa dan berpakaianlah secara sederhana (tidak mewah)…

Berhati-hatilah dalam berpakaian , karena pakaian itu dapat mengungkapkan kepada orang lain mengenai jati diri kita dalam hal kecenderungan , sikap dan perasaan .Dari sini ada sebuah ungkapan “penampilan luar menunjukkan kecenderungan hati”Orang lain akan menggolongkanmu dari pakaianmu , bahkan cara berpakaian pun kan memberikan bagi orang lain bahwa yang memakainya itu memilki keteguhan dan keceerdasan ataukah ia orang yang ahli ibadah ataukah orang yang glamour suka popularitas .Berpakaianlah yang pantas bagimu , jangan yang membuat orang lain mencelamu, juga jangan yang membuat orang lain menggunjingmu .Jika pakaianmu serta cara memakainya sesuai dengan keluhuran ilmu syar’I yang engkau miliki , niscaya itu semua kam membuatmu lebih mulia serta ilmumu bermanfaat , bahkan jika engkau berniat yang baik,maka itu semua akan menjadi amal shalih karena merupakan wasilah (perantara)untuk bisa memberi hidayah pada orang lain agar menerima kebenaran .

Ada sebuah atsar dari Amirul Mu’minin ‘Umar bin Khaththab “saya lebih senang melihat pembaca al-Qur’an itu berpakaian putih.

Maksud beliau , agar dia Nampak berwibawa dalam pandangan orang lain , sehingga mereka pun menghormati kebenaran yang di sampaikan .Sebagaiman perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah bahwa manusia itu seperti sekumpulan burung terbang yang punya watak untuk saling menyerupai satu sama lainnya.Oleh karena itu hindarilah pakaian kekanak-kanakan .Yang benar adalah sederhana dalam berpakaian yang sesuai dengan aturan syara’ yang engkau padukan dengan akhlak dan budi pekerti yang mulia.
• Bersikaplah lemah lembut selalu dalam tutur kata , Jauhilah ucapan yang kasar , karena ucapan yang lemah lembut akan mampu menjinakkan jiwa yang sedang berontak .

Rosululloh bersabda “Sesungguhnya Alloh mencintai kelembutan pada semua perkara

Juga sabda beliau “Tidaklah kelemahlembuatan itu terdapat pada sesuatu kecuali akan menghiasinya dan tidak di cabut dari sesuatu kecuali akan merusaknya.

• Hiasilah dirimu dengan selalu berfikir , karena orang yang berfikir akan bisa mengetahui.Ada sebuah ungkapan “Berfikirlah niscaya engkau akan tahu ,” oleh karena itu berfikirlah tatkala berbicara , dengan apa yang engkau akan berbicarakan ? apa dampaknya?berhati-hatilah dalam mengungkapkan kata dan menyampaikan namun tanpa harus keterlaluan atau menampakkan kepandaian .Berhati-hatilah tatkala mengingatkan orang lain , bagaimana engkau memilih bahasa yang pas dengan yang engkau kehendaki ,berfikirlah tatkala ada yang bertanya , bagaimana engkau harus memahami pertanyaan tersebut dengan sebenarnya sehingga tidak akan mengandung dua kemungkinan ? dan begitu seterusnya.



“Orang yang berhati-hati (perlahan-lahan)terkadang bisa mencapai sebagian hajatnya.Namun bagi orang yang tergesa-gesa kadang-kadang tergelincir.
Dan barabg kali tertinggal langkah jika seluruh urusannya harus di kerjakan perlahan-lahan .Sehingga pendapat yang tepat adalah seandainya…..bercepat-cepat”

• Hiasilah dirimu dengan teguh pendirian serta mengecek kebenaran setiap khabar yang di terima, terutama di saat-saat genting dan penting , yang mana sikap itu mencakup sabar dan teguh dalam belajar , dan melewatkan waktu-waktunya untuk belajar pada para ulama’, karena orang yang teguh ( sabar)akan tumbuh menghasilakan yang dia inginkan.

*SUMBER Terjemahan Syarah hilyatu Tholibil 'Ilmi yang di terjemahkan ke dalam b.Indonesia dengan SYARAH ADAB DAN MANFAAT MENUNTUT ILMU karya Syaikh Abu Bakar Abu Zaid dan di Syarah oleh Syaikh Utsaimin..................


APAKAH DENGAN ILMU OTOMATIS SESEORANG ITU AKAN MENDAPAT PETUNJUK?

Para ulama berbeda pendapat tentang masalah yang sangat penting. Yaitu apakah ilmu itu serta merta membuat seseorang mendapat petunjuk dan seseorang tidak mendapat petunjuk hanya karena ia tidak mempunyai ilmu. Karena tidak dapat dibayangkan seseorang akan tersesat jika ia benar-benar mengetahui kebenaran. Ataukah, ilmu itu tidak secara otomatis membawa seseorang untuk mendapat petunjuk. Karena tidak jarang seseorang yang berilmu, namun tersesat secara sengaja. Permasalahan ini menjadi perbedaan antara para mutakallimin, tokoh-tokoh sufi, dan lainnya.

PENDAPAT KELOMPOK PERTAMA

bahwa orang yang benar-benar mengetahui kebenaran dengan tanpa keraguan, maka mustahil dia tidak mendapatkan petunjuk. Apabila dia tersesat, berarti pengetahuannya yang masih kurang. Dalil mereka adalah berikut ini.

• "Akan tetapi, orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Al-Qur'an) dan apa yang telah diturunkan sebelummu." (an-Nisa': 161)
• "Sesungguhnya hamba Allah yang takut kepadanya hanya para ulama." (Fathir: 28)
• Dan orang-orang yang diberi ilmu berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar." (Saba': 6)
• Allah menyatakan tidak ada Tuhan selain Dia bersama dengan para malaikat dan orang-orang berilmu." (Ali 'Imran: 18)
• "Adakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?" (ar-Ra'd: 19)
• "Mereka tuli, bisu, dan buta, maka oleh sebab itu mereka tidak mengerti." (al-Baqarah: 17)
• "Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (at-Taubah: 93)
• "Allah telah mengunci mati hati. Pendengaran dan penglihatan mereka ditutup." (al-Baqarab: 7)
• "Maka, pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya, serta Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya lalu meletakkan tutupan atas penglihatannya? Siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat? Maka, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (a\-Jaatsiyah: 23
• "Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan/Apakah yang dikatakan tadi?'Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah." (Muhammad: 16)
• "Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu, dan berada dalam keadaan gelap gulita." (al-An'aam: 39)
• "Katakanlah, ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, maka mereka tersungkur di atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata/Maha Suci Tuhan kami. Sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.'" (al-lsraa: 107-108)
• "Dan mereka berkata, 'Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan peringatan itu niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala." (al-Mulk: 10)
• "Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia dan tiada yang memahaminya kecuali orang yang berilmu." (al-Ankabuut: 43)
• "Tetapi orang-orang yang zalim mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan, maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah?" (ar-Rum: 29)
• "Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata ,'Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?'" (al-Baqarah: 118)
• "Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?'" (az-Zumar: 9)

Seandainya kesesatan bisa menyatu dengan ilmu, maka orang-orang yang tidak berilmu lebih baik keadaannya daripada orang-orang yang berilmu, Tetapi nash Al-Qur'an bertentangan dengan hal ini. Di dalam Al-Qur'an banyak sekali keterangan tentang tidak adanya ilmu dan pengetahuan dalam diri orang-orang kafir. Terkadang Al-Qur'an menyebut mereka sebagai orang yang tidak berilmu, orang yang tidak berakal, orang yang tidak memiliki perasaan, orang-orang yang tidak melihat, orang-orang yang tidak memahami, dan terkadang orang-orang yang tidak mendengar. Pendengaran yang dimaksud di sini adalah pendengaran dengan memahami, yaitu pendengaran hati bukan penangkapan suara. Semuanya ini menunjukkan bahwa kekafiran adalah akibat dari kebodohan yang bertentangan dengan ilmu, yang keduanya tidak akan pernah menyatu. Karena itu, Allah menjuluki orang-orang kafir sebagai orang-orang bodoh, seperti dalam firman-Nya dan sabda Rosululloh..
• "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. Apabila orang-orang jahiI menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik." (al-Furqaan: 61).
• "Dan apabila mereka mendengarkan perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata/Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahi I.'" (al-Qashash: 55)
• "Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang mak'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." (al-A'raf: 199)
• "Ya Allah, ampunilah kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengetahui."(HR Bukhari)
• "Barangsiapa yang dikendaki Allah memperoleh kebaikan, maka Dia akan memahamkan agama kepadanya."(HR Bukhari dan Muslim)

Sebagian ulama salaf mengatakan, "Seorang faqih adalah orang yang tidak membuat orang lain putus asa dari rahmat Allah, tidak membuat orang merasa aman dari cobaan-Nya, dan ia tidak meninggalkan Al-Qur'an karena tidak suka terhadapnya." Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai ilmu dan melupakan-Nya sebagai sebuah kebodohan."

Mereka mengatakan bahwa dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah serta dalam ucapan para sahabat dan tabi'in menunjukkan bahwa ilmu dan pengetahuan (ma'rifah) mendatangkan hidayah. Sedangkan tidak adanya hidayah menunjukkan kebodohan dan tidak adanya ilmu. Ini menunjukkan bahwa selama manusia menggunakan akalnya, maka dia tidak akan mungkin memilih kesengsaraan daripada kebahagiaan, tidak mungkin memilih azab yang abadi atas nikmat-Nya yang kekal, dan indera merupakan saksi atas hal itu. Karena itulah, Allah menyebut perbuatan dosa sebagai suatu kebodohan, yaitu dalam firman-Nya

• "Sesungguhnya taobat di sisi Allah hanyalah taobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaobat dengan segera. Maka, mereka itulah yang diterima Allah taobatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (an-Nisaav: 17)
Sufyan ats-Tsauri berkata, "Setiap orang yang melakukan dosa adalah orang yang tidak tahu, baik dia orang bodoh maupun berilmu. Apabila dia berilmu, maka ia orang yang paling bodoh dari orang yang berilmu. Dan apabila dia bodoh, maka memang demikian adanya."

Tentang firman Allah, "Kemudian mereka bertaobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taobatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Sufyan berkata, "Itu adalah sebelum mati."

Ibnu Abbas r.a. berkata, "Dosa seorang mukmin adalah karena ketidaktahuan terhadap apa yang ia lakukan." Qatadah berkata, "Semua sahabat Rasulullah sepakat bahwa setiap orang yang berbuat maksiat adalah karena ketidaktahuan." As-Sadi berkata, "Setiap orang yang berdosa kepada Allah adalah orang yang tidak tahu."

Kelompok pertama ini mengatakan bahwa salah satu hal yang menunjukkan kebenaran pendapat mereka bahwa seorang hamba yang berilmu tidak akan berbuat dosa adalah jika seseorang melihat anak kecil yang memandangnya dari jendela sebuah rumah, maka ia tidak akan menggerakkan anggota badannya untuk melakukan perbuatan buruk. Maka, tidak mungkin seseorang akan melakukan kemaksiatan jika pengetahuannya telah sempurna bahwa Allah menyaksikan, melihat, dan memberikan sanksi, serta telah mengharamkannya. Apabila dengan pengetahuannya itu dia tetap melakukan kemaksiatan, maka itu disebabkan kelalaian, dan kelupaannya. Dengan demikian, kemaksiataannya itu bersumber dari kelalaian, kelupaan dan ketidaktahuan yang bertentangan dengan pengetahuan (ilmu).

Perbuatan dosa itu diliputi dua ketidaktahuan, yaitu ketidaktahuan akan sebab-sebab yang dapat menghindarkannya dari dosa, dan ketidaktahuan tentang akibatnya. Di bawah kedua ketidaktahuan itu terdapat banyak ketidaktahuan lainnya. Jadi perbuatan maksiat itu terjadi karena kebodohan, dan ketaatan dapat terwujud dengan pengetahuan.

Demikian beberapa argumentasi yang dikemukakan kelompok pertama.

PENDAPAT KELOMPOK KE DUA

Bahwa pengetahuan (ilmu) tidak mesti berimplikasi pada hidayah. Banyak sekali kesesatan yang dilakukan secara sengaja dan dengan pengetahuan bahwa apa yang ia lakukan adalah kemaksiatan. Namun demikian, dia tetap memilih kesesatan dan kekafiran, padahal dia tahu bahwa itu mengakibatkan kesengsaraan dan kebinasaannya.

Kelompok ini mengatakan bahwa iblis -guru kesesatan dan penganjur kekafiran— benar-benar mengetahui perintah Allah untuk sujud kepada Adam dan dia tidak menyangsikan hal itu sama sekali. Walaupun demikian, iblis menentang dan melawan perintah itu sehingga dia mendapatkan laknat dan azab abadi, meskipun dia mengetahui hal itu secara pasti. Bahkan, iblis bersumpah dengan kebesaran Allah bahwa dia akan menyesatkan semua makhluk-Nya kecuali hamba-hamba-Nya yang ikhlas.

Iblis tidak meragukan adanya Allah dan keesaaan-Nya, dia juga tidak meragukan adanya hari kebangkitan, adanya surga dan neraka. Akan tetapi dia tetap memilih neraka, memilih untuk menanggung laknat, kemurkaan, dan diusir dari langit dan dari surga. Ini semua dengan pengetahuannya yang jarang dimiliki banyak orang.

• "Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami ben petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu." (Fushshilat: 17)
Artinya, Kami telah menjelaskan dan memberitahukan kebenaran kepada mereka sehingga mereka mengetahui dan meyakini kebenaran itu, tetapi mereka lebih memilih kebutaan (kesesatan). Jadi kekafiran mereka bukan karena kebodohan.
• "Musa menjawab/Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir'aun, seorang yang akan binasa.'" (al-lsraa': 102)
• "Maka tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka, 'Ini adalah sihir yang nyata.' Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka, perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan." (an-Naml: 13-14)

Dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa pendustaan dan kekafiran mereka adalah dengan adanya keyakinan akan kebenaran Musa a.s.. Keyakinan merupakan pengetahuan yang paling kuat. Oleh sebab itu, mereka kafir karena kesombongan dan kezaliman mereka, bukannya karena ketidaktahuan
• "Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati). Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mendustakan ayat-ayat A//ah."(al-An'am:33)

Artinya, "Sesungguhnya mereka mengetahui kebenaranmu wahai Muhammad. Mereka mengetahui bahwa apa yang engkau katakan bukanlah suatu kebohongan. Tetapi, mereka itu mengingkari dan menentangmu walaupun mereka tahu semua itu." Ini adalah pendapat Ibnu Abbas r.a. dan para mufassir lainnya. Qatadah berkata bahwa maksud ayat di atas adalah, "Mereka mengetahui bahwa engkau adalah seorang rasul, tetapi mereka mengingkarinya."

• "Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka padahal hati mereka meyakini kebenarannya." (an-Naml: 14)
• "Hai ahli kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui kebenarannya. Hai ahli kitab, mengapa kamu mencampuradukan yang hak dengan yang batil dan menyembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahuinya."(Ali Imran: 70-71)

Maksudnya, "Kalian mengingkari Al-Qur'an dan rasul yang membawanya, padahal kalian mengetahui kebenarannya. Maka, kekafiran kalian adalah karena pengingkaran dan penentangan atas apa yang kalian ketahui, bukannya karena kebodohan dan ketidaktahuan kalian

• "Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman serta setelah mereka mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul dan keterangan-keterangan pun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang zalim." (Ali Imran: 86)

Maksud dari firman Allah, "Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir", bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka karena mereka telah mengetahui, mengakui, dan meyakini kebenaran itu, tapi mereka tetap mengingkarinya. Jadi bagaimana lagi hidayah itu dapat datang kepada mereka?

Orang yang bisa diharapkan mendapat hidayah adalah orang tersesat yang tidak mengetahui bahwa ia tersesat, dan ia mengira bahwa ia mendapat petunjuk. Apabila ia mengetahui petunjuk, tentu ia akan mengikutinya. Sedangkan orang yang mengetahui, meyakini, dan mengakui kebenaran dengan hatinya, lalu mereka memilih kekafiran dan kesesatan, maka bagaimana Allah akan memberi petunjuk kepadanya?

• "Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka, laknat Allahlah atas orang-orang yang ingkar /fu." (al-Baqarah: 89)

• "Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendakinya dari hamba-hamba-Nya." (al-Baqarah: 90)

• "Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah)." (al-Baqarah: 101)

Dalam ayat di atas Allah menyerupakan perbuatan mereka seperti perbuatan orang yang tidak tahu. Jadi ini menunjukkan bahwa mereka membuang Kitab itu karena mengetahui kebenarannya. Seperti jika Anda mengatakan kepada orang yang dengan sengaja tidak mengikuti instruksi Anda, "Seakan-akan engkau tidak mengetahui apa yang engkau lakukan!", atau "Engkau seakan-akan tidak mengetahui larangan saya."

• "jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir." (an-Nahl: 82-83)
• "Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al- Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda). Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu. Tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing." (al-A'raaf: 175-176)

Dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa Dia telah memberikan ayat-ayatnya kepada orang tersebut, lalu dia meniggalkan ayat itu dan lebih memilih kesesatan serta kekafiran. Kisah di dalam ayat ini cukup terkenal, sampai-sampai dikatakan bahwa orang tersebut diberikan pengetahuan tentang Nama-Nya yang paling agung. Meskipun demikian, pengetahuannya itu tidak bermanfaat baginya, dan dia itu adalah orang yang sesat. Seandainya ilmu dan pengetahuan selalu disertai dengan hidayah, tentu orang tersebut akan pendapatkan petunjuk.

Demikianlah argumentasi dan dalil-dalil kedua kelompok di atas

LANTAS BAGAIMANA KITA DAPAT MEMUTUSKAN PERBEDAAN PENDAPAT DI ATAS ?

Apakah Anda memiliki sesuatu selain argumentasi di atas yang dapat menyelesaikan masalah ini dan dapat mengungkap kebenaran yang dapat memuaskan kedua kelompok tersebut serta dapat menghilangkan perselisihan? Jika tidak, maka biarkanlah perselisihan itu dan tenangkanlah diri Anda

"Serahkanlah cinta itu kepada orang yang dikenal dengannya
mereka telah memperjuangkannya hingga yang paling sulit pun menjadi
mudah."





Maka, marilah kita mengambil posisi sebagai hakim atas kedua pendapat KEMAREN. Marilah kita gunakan ilmu dan keadilan untuk memutuskan perbedaan di atas. Kita lihat bahwa masing-masing kelompok telah memaparkan argumentasi-argumentasi yang tidak kontradiktif dan tidak saling menafikan. Mereka telah mendatangkan bukti-bukti yang tidak tertolak dan tidak terbantahkan.

Barangsiapa mengetahui kadar dirinya dan mengenal keutamaan orang yang memiliki kelebihan, maka dia telah mengetuk pintu taufik. Allah adalah Maha memberi pertolongan dan Maha mengetahui.

Bahwa "Kedua kelompok di atas tidak keluar dari tuntunan ilmu dan tidak melenceng dari jalur yang benar" Perbedaan keduanya disebabkan keduanya tidak menuju titik yang sama. Maka, dengan memakai lafal-lafal secara global yang disertai dengan penjelasan rinci terhadap makna-maknanya, akan menghilangkan perbedaan tersebut dan menunjukkan bahwa tidak ada pertentangan diantara kedua pendapat itu.

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut
• Sesuatu yang mempunyai konsekwensi itu ada dua. Pertama: yang selalu diikuti oleh konsekwensinya, seperti sebab yang selalu diikuti akibatnya. Kedua: yang tidak diikuti oleh konsekwensinya, baik karena ketidaksempurnaan sesuatu tersebut atau karena tidak adanya syarat terwujudnya konsekwensi dan adanya penghalang.
• Apabila yang dimaksud dengan 'semua ilmu berkonsekwensi pada terwujudnya petunjuk' adalah yang pertama yaitu yang secara langsung diikuti oleh kqnsekwensinya bahkan mengharuskan terwujudnya petunjuk, maka yang benar adalah pendapat kelompok kedua. Yaitu, adanya pengetahuan (ilmu) tidak mengharuskan terwujudnya petunjuk. Sedangkan jika yang dimaksudkan dengan 'adanya ilmu mewajibkan adanya petunjuk' adalah hal itu membuat seseorang bisa mendapatkan petunjuk, namun terkadang hal itu tidak terwujud karena ada syarat yang terlewatkan atau karena ada halangan, maka yang benar adalah pendapat kelompok pertama.


Penjelasannya adalah bahwa pengetahuan tentang sesuatu yang menjadi sebab kemashlahatan dan kebahagiaan seorang hamba, terkadang tidak membuat seseorang langsung mengamalkannya karena berbagai sebab:
1. Kelemahan pengetahuannya tentang hal itu.
2. Karena ketidaklayakannya. Bisa jadi ilmu seseorang sempurna, tetapi untuk pelaksanaannya mensyaratkan kebersihan hati dan hati itu bisa dibersihkan. Apabila hati yang merupakan tempat ilmu tidak bersih dan tidak bisa dibersihkan, maka ia seperti tanah keras yang tidak dapat menyerap air, di mana tanaman tidak bisa tumbuh di atasnya. Jika hati keras membatu, maka ia tidak bisa dibersihkan dan tidak terpengaruh oleh nasehat. Segala ilmu yang diketahuinya tidak akan bermanfaat, sebagaimana tanah keras yang ditimpa hujan dan ditaburi dengan segala jenis biji-bijian. Allah berfirman,

• "Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu tidaklah akan beriman meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan hingga mereka menyaksikan azab yang pedih." (Yunus: 96-97)
• "Kalau Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) beriman, kecuali jika Allah menghendaki." (al-An'am: 111)
• "Katakanlah, ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.'" (Yunus: 101)
Apabila hati keras, kasar, dan kerdil, maka baginya ilmu tidak akan berguna sama sekali. Demikian pula jika hati itu sakit, hina, lemah, tidak kokoh, dan tidak mempunyai tekad kuat, maka ilmu tidak akan berpengaruh baginya.

3. Adanya penghalang. Penghalang ini bisa berbentuk kedengkian atau kesombongan. Itulah yang menghalangi iblis untuk tunduk kepada perintah Allah Itu adalah penyakit manusia dari dulu hingga sekarang, kecuali mereka yang dilindungi Allah. Dengan sebab ini pula orang-orang Yahudi serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka tidak beriman, padahal mereka mengetahui Rasulullah dan meyakini kenabian beliau. Inilah yang menghalangi Abdullah bin Ubai, Abt Jahal, dan seluruh orang-orang musyrik untuk beriman. Mereka tidak meragukan kebenaran Nabi dan apa yang beliau sampaikan, tapi kedengkian dan kesombongan membuat mereka memilih untuk tetap kafir. Itulah yang menyebabkan Umayyah dan orang-orang semisalnya yang mengetahui tentang kenabian Muhammad tidak beriman.

4. Karena kekuasaan. Meskipun pemiliknya tidak dengki dan takabur untuk tunduk kepada kebenaran, tapi dengan kekuasaan dan kepemimpinan. nya ia tidak bisa tunduk. Maka, dia pun memilih untuk mengamankan kekuasaannya, seperti keadaan Heraklius dan raja-raja kafir lainnya yang mengetahui kenabian Muhammad, mengetahui kebenaran dan mengakuinya dalam batin, juga tertarik untuk masuk ke dalam agamanya. Tetapi mereka khawatir kehilangan kekuasaan. Ini adalah penyakit para memilik kekuasaan dan kepemimpinan. Sedikit sekali yang selamat dari penyakit ini, kecuali orang-orang yang dilindungi Allah. Ini adalah penyakit Fir'aun dan kaumnya. Allah berfirman,

• "Dan mereka berkata, 'Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israel) menghambakan diri kepada kita?" (al-Mukminuun: 47)

Mereka menolak beriman, mengikuti, dan tunduk kepada Nabi Musa dan Harun, karena Bani Israil adalah budak-budak bagi mereka. Karena itu, dikisahkan bahwa tarkala Fir'aun ingin mengikuti Musa, dia meminta pendapat Haman, perdana menterinya. Lalu Haman berkata kepadanya, "Engkau adalah tuhan yang disembah, lalu bagaimana engkau menjadi hamba yang menyembah selain kamu." Kemudian Fir'aun memilih kekuasaan dan ketuhanan yang semu bagi dirinya

5. Hawa nafsu dan harta. Ini yang menghalangi banyak ahli kitab untuk beriman, karena mereka takut harta dan makanan yang mereka peroleh dari kaum mereka akan terhenti. Orang-orang kafir Quraisy dulu menghalangi orang-orang untuk beriman melalui apa yang disenangi nafsu orang-orang tersebut. Mereka mengatakan kepada orang yang suka berzina dan minum khamar, "Sesungguhnya Muhammad mengharamkan zina dan khamar." Dengan ucapan seperti itulah mereka menghalangi al-A'syaa sang penyair, untuk masuk Islam.

Tidak disangsikan bahwa hal ini ada dalam diri banyak orang kafir. Maka, faktor syahwat dan materi lebih kuat pada diri mereka, sedangkan keinginan untuk beriman menjadi lemah. Sehingga mereka lebih memilih syahwat dan materi, dan mereka berkata, "Aku tidak akan menyimpang dari apa yang dilakukan nenek moyangku sebelum aku

6. Kecintaan kepada keluarga, sanak keluarga, dan orang-orang dekat. Orang yang tidak mau beriman karena terhalangi hal-hal ini melihat bahwa apabila dia mengikuti kebenaran dan berbeda dengan orang-orang dekatnya, maka mereka akan menjauhinya, mengusir, dan mengeluarkannya dari kelompok mereka. Sebab, ini banyak terjadi pada orang-orang yang tetap dengan kekafiran dan berada di antara kaum, keluarga, dan sanak keluarga mereka

7. Kecintaan kepada tempat tinggal dan tanah air, meskipun di sana dia tidak memiliki sanak keluarga dan orang-orang dekat. Tetapi, dia melihat bahwa jika ia mengikuti Rasulullah, maka mereka akan mengeluarkannya dari tempat tinggal dan tanah airnya menuju ke tempat terasing dan jauh. Karena itu, dia mengutamakan tanah airnya.

8. Anggapan bahwa dalam Islam dan mengikuti Rasulullah berarti meremehkan dan menghina bapak serta nenek moyang. Inilah yang menghalangi Abu Thalib dan semisalnya untuk masuk Islam. Mereka merasa tidak kuasa menyalahi nenek moyang mereka dan merasa berat untuk sesuatu yang berlainan dengan apa yang telah dipilih nenek moyang mereka. Mereka memiliki pandangan bahwa apabila mereka masuk Islam, berarti mereka menggagalkan impian, menyesatkan akal, dan menimpahkan kepada mereka kejahatan terburuk, yaitu kekafiran dan kemusyrikan.

Karena itu, musuh-musuh Allah berkata kepada Abu Thalib di saat kematiannya, "Apakah engkau tidak menginginkan agama Abdul Muththalib." Masalah terakhir yang dikatakan oleh musuh-musuh Allah kepada Abu Thalib, paman Nabi, adalah masalah agama Abdul Muthalib, kakek Nabi. Mereka menghalanginya dengan jalan ini, sebab mereka tahu bahwa dia sangat mengagungkan Abdul Muthalib, bapaknya.

Abu Thalib menjadi terhormat serta dimuliakan adalah karena Abdul Muthalib, sehingga dia tidak mungkin melakukan sesuatu yang merendahkan dan mencela Abdul Muththalib. Karena itu dia berkata,

"Seandainya bukan karena takut cemoohan kepada Abdul Muthalib, sungguh aku akan menggembirakanmu." Syair-syair yang diucapkan Abu Thalib menunjukkan bahwa dia telah mengetahui dan membuktikan kenabian dan kebenaran Muhammad saw.,
"Sungguh aku telah mengetahui bahwa agama Muhammad adalah agama yang paling baik
Seandainya bukan karena kecaman dan kekhawatiran akan cemoohan, maka engkau akan mendapati saya sangat toleran dengannya."

Dan dalam syair-syairnya yang diakhiri dengan huruf lam,

"Demi Allah, apabila bukan karena cemoohan, yang akan ditujukan kepada orang-orang tua kami di keramaian, niscaya kami mengikutinya (Muhammad) dalam semua keadaan, sejak dini secara sungguh-sungguh bukannya main-main sungguh mereka mengetahui bahwa anak kami bukan pendusta, dan dia tidak pernah berkata batil."

Cemoohan yang mereka sangka akan ditujukan kepada nenek moyang mereka adalah tuduhan bahwa mereka, sebagai penerus, telah keluar dari agama nenek moyang dan menghina keyakinan mereka. Inilah yang menghalanginya untuk masuk Islam setelah dia meyakini kebenarannya.

9. Karena ikutnya orang-orang yang dimusuhi kepada seruan Rasulullah dan karena orang-orang tersebut mendahului mereka masuk ke dalam agama Islam. Maka, kedekatan orang-orang yang dimusuhi tersebut kepada Rasulullah saw. menghalangi banyak orang mengikuti petunjuk. Seperti seseorang yang memiliki musuh lama dan dia sangat membenci semua yang dilakukan musuhnya tersebut, hingga tanah yang telah diinjak oleh musuhnya itu tidak akan dia lewati. Dia selalu berniat menentang dan menyalahinya. Sehingga ketika dia melihat musuhnya mengikuti kebenaran, maka kebenciannya itu menggiring dia untuk menentang dan memusuhi kebenaran dan orang-orang yang mengikutinya, meskipun tidak ada permusuhan antara dia dengan mereka

Ini sebagaimana terjadi pada orang-orang Yahudi terhadap orang-orang Anshar. Sebelum kedatangan Nabi, mereka saling bermusuhan. Orang-orang Yahudi pernah mengancam orang-orang Anshar dengan kadatangan Nabi ., dan mereka akan mengikutinya dan memerangi orang-orang Anshar bersama dengan beliau. Ketika Nabi datang dan orang-orang Anshar mendahului mereka dalam memenuhi seruan Nabi . dan memeluk Islam, maka permusuhan lama itu menggiring mereka untuk tetap dalam kekafiran dan keyahudiannya

10. Adat, kebiasaan, dan faktor lingkungan. Adat biasanya menjadi kuat hingga mengalahkan hukum alam. Karena itu, dikatakan bahwa adat adalah tabiat kedua. Seseorang yang sejak kecil terdidik dengan sebuah keyakinan, maka dia akan tumbuh dengan keyakinan tersebut. Keyakinan tersebut akan menyatu dalam hati dan jiwanya, sebagaimana daging dan tulangnya yang tumbuh dengan makanan yang selalu dia makan, sehingga dia tidak berpikir kecuali atas dasar keyakinan tersebut. Ketika pengetahuan akan kebenaran datang secara tiba-tiba dan ingin menghilangkan keyakinan itu dari hatinya serta menggantikan posisinya, maka keyakinan tersebut sulit dihilangkan. Meskipun sebab ini paling lemah, tetapi sebab ini paling banyak terjadi pada bangsa-bangsa dunia dan orang-orang yang memiliki keyakinan tertentu. Bahkan ini bukan hanya kebanyakan, tapi semua orang kecuali yang melenceng dari suatu kebiasaan. Agama yang berupa kebiasaan merupakan agama sebagian besar manusia. Perpindahan dari agama itu ke agama lain seperti perpindahan dari suatu alam ke alam lain.

Jika telah diketahui bahwa sesuatu yang mempunyai konsekwensi itu ada dua, maka petunjuk saja tidak mesti membawa seseorang mendapatkan petunjuk. Sedangkan, petunjuk yang sempurna pasti membuat hamba mendapatkan petunjuk. Adapun yang pertama adalah petunjuk penjelasan, pembuktian, dan pengajaran. Oleh karena itu ada yang mengatakan, "Orang itu memberi petunjuk sebagaimana dia mendapat petunjuk." Adapun yang kedua adalah petunjuk penjelasan dan pembuktian yang disertai dengan pemberian taufik dan penciptaan kehendak. Ini adalah petunjuk yang membuat seseorang pasti mendapatkan petunjuk. Maka ketika ada sebab dan tidak ada penghalang, ketetapan pasti terwujud.

Di sini ada sebuah hal penting yang dapat menyelesaikan perbedaan pendapat di atas, yaitu apakah dengan adanya penghalang dan ketidakadaan syarat membuat sesuatu itu lemah dan tidak bisa memunculkan konsekwensinya? Ataukah konsekwensi itu tetap ada pada kondisinya, tetapi karena penghalangnya lebih kuat sehingga yang muncul adalah pengaruh dari penghalang tersebut? Contohnya ada dalam masalah kita, yaitu apakah semua atau beberapa penghalang tersebut melemahkan ilmu sehingga tidak lagi berpengaruh dengan sendirinya? Ataukah ilmu itu tetap pada keadaannya, tetapi karena penghalangnya kuat sehingga ketetapan yang muncul adalah dari penghalang tersebut. Ini adalah rahasia dari permasalahan ini.

Adapun yang pertama, yaitu bahwa ilmu itu melemah dan tidak berpengaruh karena adanya penghalang, maka hal ini tidak diragukan lagi. Akan tetapi bagaimana dengan yang kedua, yaitu ilmu itu tetap pada keadaannya? Sebagai jawabannya bahwa penghalang-penghalang itu menutupi ilmu tersebut dan boleh jadi ia memutarbalikkan hakikatnya dari hati. Al-Qur'an telah menunjukkan hal ini, seperti dalam firman Allah

• ''Dan ingatlah tatkala Musa berkata kepada kaumnya, 'Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu?' Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran) Allah memalingkan hati mereka dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum fasik." (ash-Shaff: 5)

Karena itu, Allah menghukum mereka dengan memalingkan hati mereka dari kebenaran, sebagaimana mereka berpaling darinya sejak semula. Dan, dalam makna yang sama Allah berfirman,

• "Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat." (al-An'aam)

Karena itu, dikatakan bahwa barangsiapa ditunjukkan kebenaran kepadanya, lalu dia menolaknya, maka dia akan diazab dengan kerusakan hati, akal, dan pikirannya. Sehingga, wajar jika ada yang mengatakan bahwa pendapat orang yang mengikuti hawa nafsunya tidak perlu diambil pendapatnya. Pasalnya hawa nafsunya menyebabkan dia menolak kebenaran, karena Allah telah merusak pandangan dan akalnya. Allah berfirman,

• "Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar dan mengatakan/Hati kami tertutup.'" (an-Nisa': 155)

Allah memberitahukan bahwa kekafiran mereka terhadap kebenaran setelah mereka mengetahuinya adalah yang membuat Allah menutup hati mereka. Allah berfirman,
• "Bahkan Allah sebenarnya telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya." (an-Nisaav: 155)



SUMBER :KUNCI KEBAHAGIAAN terjemahan dari kitab Miftah Dar as-Sa'adah wa Mansyur Wilayah al-'Hm wa al-Iradah IBNUL QOYYIM AL-JAUZIYAH


0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. 'Ammah Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger